Rabu, 11 Januari 2012

Roda Becakku, Sumber Kehidupanku


Seketika kalimat itu ada dibenak saya, sesaat setelah saya melihat dengan kedua bola mata saya. Seakan-akan saya menjadi saksi utama dalam perjalanan hidup seorang tukang becak. Padahal itu pandangan pertama saya, benar-benar yang pertama kali. Saat itu saya berada di pusat kota di Alun-Alun Utara Yogyakarta. Malam itu menjadi saksi bahwa saya menyaksikan semangat yang sungguh luar biasa dari  beberapa tukang becak. Ketika sebuah bus pariwisata datang, tidak lama ada balapan. Balapan itu tidak biasa tentunya, balapan biasanya itu sepeda motor, kalau tidak ya mobil. Tetapi untuk kali ini yang saya saksikan adalah balapan para pejuang keluarga yaitu para tukang becak. Mengapa saya menyebutnya sebagai balapan para pejuang keluarga.
Bagaimana tidak para tukang becak mengayuh pedal becaknya dengan penuh semangat tanpa  memikirkan kalau panas sudah membakar kulitnya dikala siang hari,  jika malam dingin pun menghantui mereka, belum lagi jika hujan turun, letihnya fisik, bahkan hati yang sakit karena tak juga mendapatkan penumpang. Mereka adalah bapak-bapak yang selalu berusaha sekuat tenaga mencari rejeki hanya demi sesuap nasi. Itu semua mereka lakukan hanya untuk anak-istri yang sudah menjadi tanggung jawab mereka.
Hati ini sangat tersentuh, bahkan tergugah pula. Rasanya saya merasa sangat kecil di hadapan para tukang becak. Padahal saya masih sangat beruntung dibandingkan mereka. Semangat yang sangat membara, yang menunjukan semangatnya menjalani hidup ini. Walaupun penuh keterbatasan, untuk makan saja susah apalagi untuk yang lain-lain. Penuh kesabaran, diiringi dengan usaha, dan ditambahkan dengan doa tak lupa mengucap syukur kepada penciptanya. Itulah yang selalu mereka lakukan. Buat saya semua itu sungguh sangat luar biasa. Saya sangat salut dengan mereka, mereka patut saya jadikan guru kehidupan untuk saya. Cobaan, hambatan silih berganti menghadang mereka. Namun, tidak pernah ada di benak mereka kata-kata menyerah. Para tukang becak ingin memberikan hasil yang terbaik untuk istri dan anaknya.
        Keterbatasan yang mereka miliki, hal tersebut tidak pernah membuat mereka menyesali apa yang telah terjadi. Memang kata menyesal terkadang ada dibenak mereka, tentulah mereka juga menginginkan kebahagiaan, kenyamanan. Walaupun hidup penuh keterbatasan, mereka tetap mensyukuri atas nikamat yang ada . Mereka mempercayai adanya sang pencipta, Tuhan sudah mengatur semua rezeki untuk mahkluk ciptaanya. Tuhan akan menunjukan segala kekuasaannya, keadilanya bagi umat yang mau berusaha dan berdoa. Itu yang selalu membuat mereka bersabar dan tidak pernah putus asa dalam menjalani kerasnya hidup ini.
Beban berat yang ada di pundak mereka, walaupun demikian tidak pernah membuat mereka pantang menyerah. Mereka menjalani dengan penuh keikhlasan, senyuman pun selalu terpancar di wajah mereka. Padahal sejujurnya, sudah pasti rasa capek lelah merajai fisik mereka. Tetapi tak pernah mengurungkan niat mereka untuk membanting tulang. Bayang wajah kebahagiaan istri dan anak mereka yang telah membuat mereka semakin kuat, tangguh dan tidak kenal lelah dalam menjalani sebagai tukang becak. Para tukang becak selalu menginginkan bisa melihat canda-tawa dari istri dan anaknya. Berharap bisa memberikan kebahagiaan layaknya sebuah keluarga bahagia lainnya.
Semangat itu sehingga membuat mereka rela berbalapan masuk ke area Alun-alun Utara untuk mendekati bus pariwisata yang baru saja datang. Bus yang membawa para wisatawan lokal maupun interlokal. Bagi mereka saat-saat itu lah yang mereka nanti, mendapatkan uang. Tanpa memperdulikan bahayanya saat mereka saling berebut lebih dulu. Padahal tidak menutup kemungkinan mereka srempetan yang membuat mereka jatuh. Jadi, tidak dapat uang tetapi defisit uangnya. Iya, kalau sudah mendapatkan uang. Jika belum menambah masalah mereka juga.
Sebaiknya untuk menghindari itu semua pakai cara antrian, layaknya taksi-taksi yang menunggu penumpangnya. Saya rasa itu lebih efektif, adil pula. Mengapa demikian? Lebih efektif karena lebih rapi, lebih teratur. Tidak ada kesan saling bersaing, mereka memang sama-sama sedang mencari rejeki. Terlihat saling berebut penumpang, hal ini bisa memicu timbulnya konflik kecil diantara mereka.

8 komentar:

sangat tertarik dengan tema tukang becak ini... like thiss

Sangat menyentuh ya, itulah tanggung jawab seorang kepala keluarga, memberi nafkah kepada anak istri. Mungkin itu yang akan saya rasakan besok ketika sudah berkeluarga, saya harus berjuang keras agar bisa menghidupi keluargaku. Semangat pak becak, besok tak ajak balapan dari malioboro sampe alun2.

Basid: thanks boy, aku nulis itu karna melihat langsung kejadian itu. Secara verstehen dapat kita maknai lebih mendalam. Gimana misalkan anda di posisi mereka??? :)

Arief: Hahay, berati pak becak telah menginspirasimu untuk jadi kepala keluarga yang bertanggung jawab ya??? :)

Bisa, tapi sebagai kepala keluarga kan ya sudah menjadi kewajibannya untuk menafkahi keluarga. Mosok ya cuma makan cinta saja, kan ya gak enak. Hehehe, berat ya ternyata. Bismillah semoga bisa!!

Iya,bener* saya setuju. semoga para bapak dan calon bapak rumah tangga segera menyadari kewajibannya dan gak hanya sadar tapi ya dipraktekan pula.
hhe, curhat pak??? Semangat :)
Jgn mau kalah dengan pak Becak.

Curhat dikit :D sip, lanjutkan postingannya, Bagus. Yang novel no title juga,

Iya,dunk. Thanks buat Pak Dosen ku yang memberi ilmu tntg Blog.
Sepertinya akan saya pertahankan blog ini, dan menyudahi FB an. ;)

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More