Selasa, 13 Desember 2011

Monumen Jogja Kembali


A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia yang memiliki banyak keindahan alam, keunikan budaya serta tempat bersejarah masa lalu. Berbagai tempat yang ada di wilayah Indonesia bernilai positif bagi pariwisata Indonesia. Beberapa daerah yang ada di wilayahnya pun berpotensi tinggi dibidang pariwisata. Bali, pulau yang berada di posisi pertama jika dilihat obyek wisata yang paling sering dikunjungi baik dari wisatawan asing maupun dari lokal. Posisi kedua ditempati oleh Yogyakarta, kisah sejarah yang terlukis di Kota Yogyakarta memberikan manfaat bagi macam budaya dan tempat bersejarah yang menjadi daerah tujuan wisata. Selain dikenal sebagai kota pelajar, kota pendidikan, Yogyakarta sangat dikenal sebagai kota pariwisata. Hal ini juga didukung letak geografis kota Yogyakarta. Bahkan untuk menjangkau tempat pariwisata sangat mudah aksesnya.
Keraton Yogyakarta terkenal karena budayanya yang sangat kental, Malioboro sangat bersahabat dengan wisatawan karena bermacam-macamnya piihan oleh-oleh khas Jogja dengan harga terjangkau, Monumen Serangan Satu Maret dikenal karena itu bukti perjuangan pahlawan saat bertarung melawan penjajah. Satu lagi ada Monumen Jogja Kembali yang dibangun guna menjadi sarana penanaman karakter bangsa serta pengenalan sejarah. Pendidikan untuk generasi muda agar menghargai jasa pahlawan melalui obyek wisata. Obyek wisata dirasa lebih dapat menyita perhatian generasi muda. Berjalan-jalan sambil menemukan pengetahuan baru yang berkaitan dengan sejarah.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana deskripsi obyek pariwisata Monumen Jogja Kembali?
2.      Apa faktor penarik Monumen Jogja Kembali sebagai daerah tujuan wisata?
3.      Bagaimana proses interaksi yang terjadi di lingkungan Monumen Jogja Kembali?
4.      Apa fungsi daerah tujuan wisata Monumen Jogja Kembali?
5.      Bagaimana dampak sosial-budaya, sosial-ekonomi Monumen Jogja Kembali?

C.     TUJUAN
1.      Mendeskripsikan obyek pariwisata Monumen Jogja Kembali.
2.      Mengetahui faktor penarik Monumen Jogja Kembali sebagai daerah tujuan wisata.
3.      Menguraikan proses interaksi yang terjadi di lingkungan Monumen Jogja Kembali.
4.      Mengetahui fungsi daerah tujuan wisata Monumen Jogja Kembali.
5.      Menguraikan dampak sosial-budaya, sosial-ekonomi Monumen Jogja Kembali.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Teori Interaksionisme Simbolik
Pokok perhatian interaksionis simbolik  adalah dampak makna dan simbol pada tindakan dan interaksi manusia. dalam hal ini ada gunanya menggunakan gagasan Mead tentang petrbedaan perilaku tertutup dengan perilaku terbuka. Perilaku tertutup adalah proses berfikir, yang melibatkan simbol dan makna. Perilaku terbuka adalah perilaku aktual yang dilakukan oleh aktor. Beberapa perilaku terbuka tidak melibatkan perilaku tertutup (misalnya perilaku habitual atau respon tanpa berfikir terhadap stimulus eksternal). Namun kebanyakan tindakan manusia melibatkan kedua jenis perilaku tersebut. Perilaku tertutup menjadi pokok perhatian terpenting inteaksionis simbolis, sementara itu perilaku terbuka menjadi pokok perhatian terpenting para teoretisi pertukaran atau behavioris tradisional pada umumnya.
Makna dan simbol memberi karakteristik khusus pada tindakan sosial (yang melibatkan aktor tunggal) dan interaksi sosial (yang melibatkan dua aktor atau lebih yang melakukan tindakan sosial secara timbal balik). Dengan kata lain, ketika melakukan suatu tindakan, orang juga mencoba memperkirakan dampaknya pada aktor lain yang terlibat. Meski sering kali terlibat dalam perilaku habitual tanpa berfikir, orang memiliki kapasitas untuk terlibat dalam tindakan sosial.
Dalam proses interaksi sosial, secara simbolis orang mengomunikasikan makna kepada orang lain yang terlibat. Orang lain menafsirkan simbol-simbol tersebut dan mengarahkan respon tindakan berdasarkan penafsiran mereka. Dengan kata lain, dalam interaksi sosial aktor terlibat dalam proses pengaruh mempengaruhi. Christopher (2001) menamakan interaksi sosial dinamis ini dengan “tarian” yang melibatkan pasangan.
Interaksionis simbolik tidak hanya tertarik pada sosialisasi namun pada interaksi secara umum, yang juga “punya arti penting tersendiri” (Blumer, 1969B:8). Interaksi adalah proses ketika kemampuan berfikir dikembangkan dan diekspresikan. Semua jenis interaksi, bukan hanya interaksi selama sosialisasi, memoles kemampuan berfikir kita. Diluar itu, berfikir membangaun proses interaksi. Pada sebagian besar inteaksi, aktor harus mempertimbangkan orang lain untuk memutuskan ya atau tidak dan bagaimana menyesuaikan aktifitas mereka dengan aktifitas orang lain. Namun tidak semua interaksi melibatkan proses berfikir. Pembedaan yang dilakukan Blumer(Mengikuti Mead) antara dua bentuk dasar Interaksi sosial relevan dalam pokok bahasan ini. Yang pertama yaitu interaksi non simbolis/gagasan Mead tentang percakapan gestur atau tidak melibatkan proses berfikir. Yang kedua interaksi simbolis memerlukan proses mental. (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2010: 373)

B.     Teori Struktural Fungsional
Dalam teori menjelaskan bahwa masyarakat sebagai sistem sosial, terdiri dari bagian-bagian (subsistem)yang independent. Masing-masing bagian mempunyai fungsi-fungsi tertentu, yang berperan menjaga eksistensi dan berfungsinya sistem secara keseluruhan. Setiap elemen atau subsistem harus dikaji dalam hubungan dengan fungsi-fungsi dan perannya terhadap sistem, serta dilihat dari akibat yang ditimbulkan oleh perilaku suatu subsistem. Jadi, yang dilihat adalah fungsi real, bukan fungsi yang seharusnya.
Apabila suatu sistem dapat mempertahankan batas-batasnya, maka sistem tersebut akan stabil. Berfungsinya masing-masing bagian (subsistem) dalam suatu sistem, akan menyebabkan sistem ada dalam keadaan equilibrium. Masyarakat yang equilibrium adalah masyarakat yang stabil, normal, karena semua faktor yang saling bertentangan telah melakukan keseimbangan. ( I Gde Pitana dan Putu G. Gyatri , 2005 :19)

BAB III
METODE PENELITIAN
A.  LOKASI PENELITIAN
    Lokasi penelitian yang kami gunakan sebagai objek kajian adalah Monumen Jogja Kembali.

B.  WAKTU PENELITIAN
           Penelitian dilakukan pada bulan September, tepatnya dua kali penelitian di Monumen Jogja Kembali yaitu:
1.      Hari Sabtu, tanggal  24 September 2011
2.      Hari Kamis, tanggal  29 September 2011

C.  BENTUK PENELITIAN
Berdasarkan sifat dan spesifikasi yang diangkat dalam penelitian ini, maka bentuk penelitian yang relevan digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan Kualitatif Deskriptif diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat responden, apa adanya sesuai dengan pertenyaan penelitiannya, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata apa yang melatarbelakangi responden berperilaku (berpikir, berperasaan, bertindak). (Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, 2009: 130)
Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang meggunakan wawancara sebagai sumber datanya, dan mencari informasi yang selengkap-lengkapnya dari suatu hal.

D.    TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data merupakan pencatatan peristiwa-peristiwa, hal-hal, keterangan-keterangan, atau karekteristik-karakteristik sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian. 
Adapun teknik pengumpulan data dalam metode penelitian kualitatif ini adalah sebagai berikut:
1.      Wawancara
Wawancara merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh informasi atau data dengan cara bertanya langsung kepada responden atau narasumber. Wawancara ini dilakukan dengan cara komunikasi tatap muka, namun berbeda dengan kegiatan percakapan yang kita lakukan sehari-hari. Dalam kegiatan ini, wawancara dan narasumber belum saling mengenal sebelumnya.
2.      Observasi
Observasi merupakan suatu aktivitas penelitian dalam rangka pengumpulan data sesuai dengan masalah penelitian, melalui proses pengamatan di lapangan. Dalam pelaksanaan observasi, peneliti memiliki pedoman observasi yang berisi daftar mengenai sesuatu yang ingin di observasi. Jenis-jenis observasi ini ada dua, yaitu observasi partisitifatif, dan observasi non partisipatif. Dalam observasi partisipatif dibagi menjadi dua yaitu partisipatif penuh dan sebagian.
3.      Studi pustaka
Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan penelusuran dan penelaah literatur. Kegiatan ini dilakukan untuk mencari sumber data sekunder yang mendukung penelitian dengan menggunakan bahan-bahan dokumentasi, baik berupa buku, majalah maupun arsi-arsip lainnya yang mendukung penelitian.


BAB IV
PEMBAHASAN
A.    DESKRIPSI MONUMEN JOGJA KEMBALI
          Monumen Jogja Kembali (Monjali) merupakan sebuah monumen yang ada di Yogyakarta. Monumen tersebut berdiri di atas sebuah lahan seluas lima hektar yang berlokasi di desa Jongkang, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Lahan yang dipakai adalah lahan kas desa (tanah bengkok) atau tanah garapan yang diberuikan oleh pemerintah kepada kepala desa (lurah).

Lahan itu dipilih karena adanya titik imaginer. Terdapat enam titik imaginer yang apabila ditari akan membentuik sebuah garis lurus. Titik-titik tersebut yaitu Gunung Merapi, Monumen Jogja Kembali (Monjali), Tugu Jogja, Kraton Jogja, Panggung Krapyak, dan Pantai Parang Tritis. Pada Monumen Jogja Kembali (Monjali), titik tersebut terletak pada tepat peletakkan batu pertama dan dikuburnya kepala kerbau pada upacara pembangunan monumen. Titik tersebut kemudian disebut sebagai poros makro kosmos yang berarti titik besar kehidupan.
          Ide pembangunan Monumen Jogja Kembali (Monjali) bermula pada saat dilaksanakannya tirakatan di Gedung Agung pada tahun 1938. Saat itu Dr. Ruslan Abdul Gani yang berasal dari Surabaya menyampaikan gagasannya bahwa Yogyakarta membutuhkan sebuah monumen sebagai tetenger sejarah atau bukti sejarah. Saat itu pula ide yang disampaikan mendapat dukungan mutlak. Kemudian dibentuk sebuah panitia pembangunan. Dana yang digunakan sebagai dana pembangunan tudak berasal dari dana pemerintah melainkan dana dari dermawan yang terkumpul mencapai 9,5 miliar rupiah. Ahli bangunan berasal dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berkolaborasi dengan ahli bangunan dari Universitas Gadjahmada (UGM). Sedangkan, arsitek yang merancang pembangunan monumen tersebut adalah Drs. Edi Sunarso seorang seniman dari Yogyakarta yang berasal dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
          Monumen Jogja Kembali (Monjali) yaitu berbentuk kerucut. Bentuk bangunan ini ditetapkan melalui sayembara bentuk bangunan. Bentuk kerucut dipilih dengan maksud untuk melestarikan budaya nenek moyang zaman prasejarah yang merujuk pada bentuk gunung Merapi, gunungan pada upacara Sekaten, dan gunungan pada kesenian wayang kulit. Tinggi bangunan tersebut adalah 31,8 meter dan dikelilingi oleh kolam air yang berfungsi sebagai pendingin daripada bangunan itu sediri, serta dalam sudut pandang budaya dimaksudkan sebagai lambang adanya kesucian niat dari nenek moyang pada saat berjuang.
          Nama Monumen Jogja Kembali dipilih untuk memperingati kembalinya pemerintahan RI ke Yogyakarta. Tujuan dari pembangunan monumen tersebut adalah untuk melestarikan nilai-nilai perjuangan bangsa, penghargaan untuk para pahlawan bangsa, sebagai bukti sejarah, dan sebagai saran pendidikan. Monumen Jogja Kembali (Monjali) berisi benda-benda sejarah yang digunakan oleh pahlawan-pahlawan pada masa perjuangan misalnya meja dan kursi yang digunakan oleh Bung Hatta di rumah dinasnya di Yogyakarta; tempat tidur Bung Karno; dll, replika peristiwa-peristiwa sejarah misalnya terjadinya Serangan Umum 1 Maret; proses pelaksanaan perjanjian Roem Royen; Konferensi Asia-Afrika;dll, peta perjuangan dan serangan Belanda di Yogyakarta, serta dokumentasi yang lain seperti foto-foto,dan lain-lain.
  Monumen Jogja Kembali (Monjali) terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama yaitu museum, aula yang sering digunakan untuk pertemuan-pertemuan seperti wisuda; syawalan;dll, perpustakaan, kantor, mushola, toilet,dll. Di lantai kedua terdapat bagan luar relief yang berjumlah 40 episode adegan perjuangan dari tahun 1945 sampai tahun 1949, ruang Diorama yang terdiri dari 10 ruang yang salah satunya menceritakan terjadinya Agresi Tentara di Yogyakarta tahun 1948 sampai tahun 1949. Sedangkan lantai ketiga yaitu ruang Garba Graha. Garba berarti dalam, Graha berarti rumah, Garba Graha yaitu bagian dalam rumah yang digunakan untuk berdoa atau meditasi. Ruang Garba Graha digunakan sebagai ruang hening utnuk mendoakan arwah pahlawan bangsa dan juga untuk mendoakan diri sendiri.
          Logo Monumen Jogja Kembali (Monjali) berbentuk bulat dan terdapat tulisan Jawa di dalamnya yang berbunyi Gapura Papat Ambuka Jagad. Gapura berarti pintu, papat berarti empat, ambuka berarti membuka atau terbuka, dan jagad berarti dunia, maka arti sesungguhnya adalah empat pintu terbuka untuk dunia (gate for open the world). Hal itu menunjukkan bahwa Monumen Jogja Kembali (Monjali) memiliki empat pintu yaitu di bagian barat, timur, utara, dan selatan bangunan. Namun, pintu di bagian utara pada akhirnya ditutup dan dialihkan menjadi satu di bagian selatan agar pengunjung dapat berkeliling bangunan. Di balik tempat logo tersebut terdapat daftar nama pahlawan yang gugur sebanyak 422 orang dan ditambah dengan nama-nama pahlawan yang tidak dikenal. Di tengah daftar nama pahlawan tersebut terdapat sebuah puisi karya Khairil Anwar yang berjudul Karawang-Bekasi sebagai sebuah hadiah atau penghormatan untuk jasa para pahlawan.

B.     FAKTOR PENARIK MONUMEN JOGJA KEMBALI SEBAGAI DAERAH TUJUAN WISATA
1.      Letak Strategis
Jalan Lingkar Utara, Dusun Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Keberadaan Monumen Jogja Kembali ini terbilang mudah aksesnya. Tambah lagi jika akan dijangkau dengan menggunakan kendaraan yang bentuknya relatif besar seperti bus pariwisata. Tidak akan sulit untuk mencari jalan menuju ke tempat tersebut. Letaknya berada di jalur ring road utara Yogyakarta, jalan tersebut sering kali menjadi jalan yang digunakan. Kondisi jalan yang baik, berakibat jalan tersebut menjadi jalan alternatif.  Trans Jogja juga memudahkan para wisatawan yang menginginkan berkunjung ke Monumen Jogja Kembali. Tepat berada di depan Monumen ada halte trans Jogja.
2.      Harga Tiket Masuk Terjangkau
Rp 7.500,00 harga yang sangat terjangkau bukan, bahkan tempat ini sering menjadi pilihan sekolah tingkat TK sebagai tujuan wisata. Tidak mencapai seratus ribu rupiah bisa mendapatkan ilmu pengetahuan terkait kepahlawan serta dapat merasakan rekreasi.
3.      Bentuk Bangunan Monumen Unik
Bentuk kerucut yang tinggi membuat para pengguna jalan yang melintasi ring road utara penasaran untuk mengunjunginya. Sekilas apabila melihat maka banyak pertanyaan yang akan tersirat dalam benak wisatawan sehingga akan minat untuk mengunjungi.
4.      Nilai Sejarah
Esensi dari Monumen Jogja Kembali sangatlah baik, untuk dikenalkan kepada generasi muda. Nilai-nilai sejarah yang termuat sangat memberi manfaat bagi penanaman nilai-nilai budaya yang dimiliki bangsa Indonesia. Bahkan dari temapat tersebut dapat kita temui ilmu-ilmu baru yang bisa dijadikan sebagai bahan penelitian.
Terbukti Ibu Suji sebagai Guru mata pelajaran Sejarah di SMA Bhineka Tunggal Ika Yogyakarta. Beliau juga sebagai pendamping ekstrakulikuler KIR mengajak anak didik ke Monumen Jogja Kembali untuk menggali ide sebagai bahan penelitian.
Peningkatan dari pengelolaan Monumen Jogja Kembali harus dapat diusahakan agar kedepannya dapat lebih menarik para wisatawan untuk berkunjung. Hal ini dibutuhkan kerjasama baik diantara struktur yang ada di Monumen Jogja Kembali. Harus ada kesadaran dari masing-masing pihak untuk menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya.
Apabila dikaitkan dengan teori fungsionalisme, teori ini lebih menekankan pada harmoni, konsistensi, dan keseimbangan dalam masyarakat. Teori ini didasarkan pada fungsi masing-masing dari struktur yang ada dalam masyarakat tersebut dan harus berjalan sesuai dengan kedudukan dari masing-masing.
Monumen Jogja Kembali, di dalamnya juga terdapat terdapat struktur organisasi yang menjalankan serta mengaturnya. Masing- masing anggota tersebut menjalankan fungsinya sesuai dengan jabatan yang dimiliki, misalnya petugas kebersihan bertugas menciptakan keindahan dan bertanggung jawab terhadap kebersihan sekitar Monumen, penjaga monumen bertugas menjaga keamanan dan kenyamanan wisatawan, penjaga loket bertugas melayani pengunjung dalam pembelian tiket dan lain sebagainya. Untuk saat ini cukup baik kinerja dari strukturnya, namun harus tetap ditingkatkan agar dapat menarik para pengunjung berwisata ke tempat tersebut. Pengawasan yang cukup ketat harusnya diberikan oleh pimpinan ke bawahannya agar mereka dapat bekerja dengan baik. Peran pemerintah juga diperlukan mengingat, Monumen Jogja Kembali juga membutuhkan perawatan menjaga keindahnnya.

C.     PROSES INTERAKSI DI LINGKUNGAN MONUMEN JOGJA KEMBALI
Wisatawan yang mengunjungi suatu daerah tujuan wisata antara lain didorong oleh keinginan untuk mengenal, mengetahui atau mempelajari daerah dan kebudayaan masyarakat lokal. Selama berada di daerah tujuan wisata, wisatawan pasti berinteraksi dengan masyarakat lokal, bukan saja dengan mereka yang secara langsung melayani kebutuhan wisatawan melainkan juga dengan masyarakat luas.
Pada sifatnya, hubungan antara wisatawan dengan masyarakat dicirikan oleh empat hal:
1.   Mereka berhubungan sementara (transitory relationship), sehingga tidak ada hubungan yang mendalam. Hubungan yang bersifat sementara dan tidak berulang, sering menyebabkan mereka yang berhubungan tidak memikirkan dampak di masa yang akan datang, sehingga jarang memunculkan rasa saling percaya. Akibat lebih jauh, masing-masing pihak mempunyai potensi untuk memeras dan saling membohongi. 
2.   Ada Kendala ruang dan waktu yang menghambat hubungan. Wisatawan umumnya berkunjung secara musiman dan tidak berulang. Apalagi kenyataan bahwa fasilitas pariwisata umumnya hanya terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu, maka wisatawan hanya berhubungan secara intensif dengan sebagian anggota masyarakat yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan terhadap wisatawan, sedangkan masyarakat yang jauh dari fasilitas pariwisata berhubungan dengan wisatawan secara kurang intensif. 
3.   Dalam Mass Tourism, tidak ada hubungan yang bersifat spontan antara wisatawan dengan masyarakat lokal, melainkan sebagian besar diatur dalam paket wisata yang ditangani oleh usaha pariwisata dengan jadwal yang ketat. Kegiatan pariwisata adalah kegiatan ekonomi, yang berarti bahwa masyarakat lokal bekerja pada pariwisata adalah untuk kepentingan ekonomi atau mendapatkan penghidupan. Dengan demikian interaksi yang terjadi antara wisatawan dengan masyarakat lokal lebih banyak bersifat transaksi ekonomi. Hubungan yang semula didasarkan atas keramahan-tamahan tradisional, dalam pariwisata telah berubah menjadi keramah-tamahan yang dikomersialkan. 
4.   Hubungan atau interaksi umumnya bersifat tidak setara, pada umumnya masyarakat lokal merasa inferior. Wisatawan lebih kaya, lebih berpendidikan, dan dalam suasana berlibur, sedangkan masyarakat lokal dalam suasana melakukan pekerjaan, penuh kewajiban, dan mengharapkan uang wisatawan. Posisi yang tidak seimbang ini menyebabkan terjadinya hubungan ekploitatif, atau inferior-superior. ( I Gde Pitana dan Putu G. Gyatri , 2005 : 81-82)
Interaksi yang terlihat di sekitar Monumen Jogja Kembali begitu tampak antara pedagang dan wisatawan. Masyarakat lokal yang berprofesi sebagai pedagang baik di pasar sebelah barat ataupun berdagang di sebelah timur Monumen. Masyarakat bersikap ramah, menawarkan dagangan kepada para wisatawan. Berharap wisatawan tertarik sehingga membeli barang tersebut. Hubungan antara masyarakat lokal dengan wisatawan lebih bermotif pada ekonomi. Pasar yang di sebelah barat Monumen Jogja Kembali terpisah pagar besi sehingga sedikit mempersulit interaksi antara pedagang dan wisatawan. Namun, para pedagang tidak putus cara menawarkan dagangannya. Tangan melambai dan mempersilahkan para wisatawan ketika melihat ada wisatawan ada yang sedikit mendekat dari lapak mereka. Simbol tersebut menunjukan suatu cara yang ditunjukan pedagang saat berinteraksi dengan wisatawan. Respon dari wisatawan pun juga ditunjukan dengan membalas lambaian telapak tangan (jika tidak berminat) dan mendekat apabila berminat membeli barang dagangan dari tawaran pedagang tersebut.

D.    FUNGSI DAERAH TUJUAN WISATA MONUMEN JOGJA KEMBALI
Sebagai bagian dari pariwisata kota Yogyakarta, Monumen Jogja Kembali atau yang lebih sering disebut monjali memiliki daya tarik bagi wisatawan lokal maupun interlokal, ini dikarenakan ada sesuatu yang menarik di Monjali, banyak hal yanag didapat dari monjali, selain tempat rekreasi juga merupakan tempat pembelajaran mengenai sejarah bangsa Indonesia dan Yogyakarta. Tentu ini merupakan tempat wisata yang sangan representatif bagi keluarga, karena bisa mengenalkan sejarah kepada anak-anaknya.
Adapun pariwisata monjali memiliki beberapa fungsi yang dimilikinya, antara lain:
1.  Rekreasi, Monumen Jogja Kembali menyediakan sarana permainan yang dapat menjadi sarana rekreasi bagi keluarga yang ingin menghabiskan waktu liburan bersama keluarga, karena didalam Monumen Jogja Kembali di sediakan wahana permainan, seperti perahu air dan sebagainya.
2.  Pengenalan sejarah dan budaya, sudah sepantasnya pariwisata Monumen Jogja Kembali menyediakan sarana dan prasarana untuk memberikan informasi mengenai sejarah dan kebudayaan yang ada di Indonesia khusunya di yogyakarta, karena hal yang paling pokok pada Monumen Jogja Kembali adalah pengenalan sejarah Indonesia saat berada di Yogyakarta. Lebih dalam lagi, Monumen Jogja Kembali juga menyediakan diorama dan foto-foto bersejarah yang akan menambah daya tarik dalam mempelajari sejarah bangsa.
3.  Penanaman karakter (character building), selain menjadi pengenalan sejarah dan  budaya, Monumen Jogja Kembali juga dapat berfungsi sebagai penanaman karakter pada  setiap pengunjung, penanaman karakter ini dilakukan melalui media-media sejarah yang di sediakan oleh pengelola Monumen Jogja Kembali. Keterangan yang kami ambil, bahwa setiap pengunjung yang datang ke Monumen Jogja Kembali diharapkan mampu untuk mengambil pelajaran dari setiap peristiwa sejarah yang pernah terjadi, agar tindakan yang dilakukan oleh para pejuang dalam memperoleh dan mempertahankan kemerdekaan dapat di tiru dan di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut, pejabat yang melakukan tindakan korupsi seharusnya datang ke Monumen Jogja Kembali dan mengambil pelajaran dari situ agar menyadari bahwa tindakan yang di lakukannya salah dan merupakan tindakan yang menciderai hati para pejuang yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk kemerdekaan bangsa ini.
Dengan fungsi-fungsi tersebut, maka wisata Monumen Jogja Kembali yang ada di kota yogyakarta sangatlah mendukung dalam pengenalan sejarah dan membangun karakter warga negara agar lebih baik dan lebih mencintai negara dan menghargai jasa para pahlawan.


E.     DAMPAK SOSIAL-BUDAYA, SOSIAL-EKONOMI MONUMEN JOGJA KEMBALI
Keberadaan Monumen Jogja Kembali menimbulkan adanya dampak positif dan dampak negatif meliputi dampak sosial-ekonomi dan sosial-budaya bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya diantaranya adalah:
1.      Dampak Sosial-Ekonomi
a.  Dengan berdirinya Monumen Jogja Kembali membawa dampak positif bagi masyarakat sekitarnya berupa mata pencaharian misalnya sebagai satpam, petugas karcis, petugas kebersihan, dan berjualan di sekitar kawasan Monumen Jogja Kembali sehingga memberikan pendapatan bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya terhadap Monumen Jogja Kembali.
b.  Dalam aspek ekonomi Monumen Jogja Kembali memberikan dampak bagi kota Yogjakarta yaitu menambah pendapatan daerah dari hasil penjualan karcis sehingga bisa menambah kas dan pemasukan daerah.
c.   Monumen Jogja Kembali bisa menjadi suatu icon tempat pariwisata yang menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke kota Jogja sehingga dari segi ekonomi akan menguntungkan bagi kota Yogyakarta itu sendiri.
d.  Berdirinya Monumen Jogja Kembali menjadi salah satu bukti berhasilnya pembangunan di kota Yogyakarta.
e.   Ada dampak negatif dari berdirinya Monumen Jogja Kembali dari segi ekonomi adalah menambahnya anggaran pemerintah daerah untuk perawatan dan pemeliharaan Monumen Jogja Kembali.

Sedangkan dampak pasar di sebelah barat Monumen Jogja Kembali sebagai berikut:
a.       Dampak Positif Pasar Monjali
1)      Meningkatkan perekonomian
Pedagang pasar Monjali memiliki karakteristik umur antara 20 hingga 49 tahun. Peluang sebagai pedagang kaki lima dimanfaatkan dengan kejelian mereka meraih pendapatan dengan memanfaatkan pengunjung yang datang di Monjali pada saat tertentu seperti Hari libur nasional, liburan sekolah serta Hari Minggu. Pedagang kaki lima yang memiliki usaha berdagang sebagai mata pencaharian guna memperoleh pendapatan sebagian mereka juga memiliki sumber pendapatan lain di luar kegiatan berdagang di Monjali. Dikemukakan bahwa usaha sebagai pedagang kaki lima merupakan mata pencaharian pokok dan sebagaian ada yang menganggap sebagai pekerjaan sampingan.
2)      Membuka lapangan pekerjaan
Alasan pedagang kaki lima melakukan kegiatan berdagang hanya pada saat tertentu adalah memanfaatkan kesempatan banyaknya pengunjung di Monjali pada saat tersebut apabila mereka menggelar dagangannya diluar saat tersebut akan kesulitan menjual barang dagangannya karena sepi pembeli. Pedagang kaki lima memanfaatkan lokasi wisata Monjali sebagai tempat memperoleh pendapatan karena melihat kesempatan yang tersedia saat itu yakni banyaknya pengunjung sehingga muncul gagasan untuk berdagang di Monjali.
3)      Menambah asset daerah atau Monjali (khususnya)
Dengan adanya pasar menambah penghasilan atau anggaran masuk ke pengelola Monjali. Lapak-lapak atau tempat pedagang tidak gratis tetapi menggunakan system sewa dengan harga yang tidak murah pula. Pasar monjali memberikan banyak keuntungan bagi pengelola Monjali selain membuka lapangan kerja. Pekerja pun merasa senang dengan adanya pasar tersebut karena akses mendapatkan akses makanan lebih cepat.
4)      Mempermudah akses pengunjung mencari oleh-oleh
Menurut jenis barang dagangan yang diusahakan memiliki variasi mulai dari jenis makanan, minuman, mainan dan assesories, barang kerajinan serta pakaian. Pengunjung menjadi lebih mudah memilih aneka barang dagangan karena lokasinya yang terbuka. Pengunjung memiliki akses cepat karena lokasinya tidak jauh pula dari Monumennya selain itu banyak pilihan pula yang ditawarkan. Mengenai harga memang jauh lebih mahal dari harga biasanya karena memang lokasinya di tempat wisata. Penjual pun ingin mencari laba yang setingi-tingginya karena memang hanya hari-hari tertentu yang ramai.

b.      Dampak Negatif Pasar Monjali
1)      Membuat lingkungan kotor
 Bukanya pasar di Monjali memang selain berdampak positif memunculkan pula dampak negative. Pasar Monjali mengubah lingkungan menjadi tidak tertata atau tampak terlihat kumuh karena lapak-lapak pedagang yang tidak tertata rapi. Selain itu sampah yang dibuang para pengunjung dan pedagang pun sembarangan sehingga memperburuk keindahan dan kenyamanan Monjali sendiri.
2)      Menganggu kenyamanan pengunjung
Sebagian para pengunjung banyak yang berpendapat bahwa dengan adanya pasar di Monjali justru mengganggu kenyamanan mereka selama berwisata. Keindahan Monjali pun sedikit terganggu karena pemandangan lapak-lapak yang kurang tertata rapi. Selain itu para orang tua sedikit mengeluh karena dengan banyaknya pedagang yang berjualan maka anak-anak mereka akan merogoh kantong semakin dalam akibat banyaknya penjual yang menawarkan dagangannya karena kita tahu sendiri pengunjung Monjali kebanyakan adalah anak-anak.
3)      Peluang terjadinya kriminalitas
Meningkatnya potensi kejahatan seperti pencopetan, penjabretan, dan sebagainya tidak lepas pula terjadi di Monjali. Keramaian pengunjung dimanfaatkan oleh mereka untuk mengais rejeki. Kurangnya penjagaan yang di lakukan oleh satpam dan aparat sejenisnya membuat orang-orang luar mudah untuk keluar masuk. Sehingga potensi tindak kejahatan semakin besar. Selain itu tidak jarang pula bedagang yang sampai tidur dan menginap di lapak bahkan banyak pula yang kadang mabuk-mabukan di lapak mereka karena mereka merasa telah membeli atau menyewanya sehingga bebas berbuat apapun di sana.

2.      Dampak Sosial-Budaya
a.   Berdirinya Monumen Jogja Kembali menjadi sarana baru dalam dunia pendidikan yaitu sebagai tempat belajar para pelajar maupun mahasiswa dalam menuntut ilmu tentang sejarah bangsa kita.
b.  Dengan adanya Monumen Jogja Kembali dapat meningkatkan rasa nasionalisme dan kecintaan bagi masyarakat terhadap negaranya sendiri yaitu Indonesia.
c.  Monumen Jogja Kembali merupakan salah satu simbol kebudayaan di kota Yogyakarta dilihat dari nilai historicalnya, misalnya dari bangunan yang membentuk kerucut menyerupai gunung.
d.  Monumen Jogja Kembali menjadi satu warisan budaya yang menjunjung tinggi kearifan lokal dan nilai – nilai luhur sejarah bangsa kita dalam memperjuangkan kemerdekaan dan Monumen Jogja Kembali berfungsi sebagai bukti yang mampu menceritakan kembali seiring dengan berjalannya waktu yang terus berlalu meninggalkan masalalu.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More