Kamis, 22 Desember 2011

PEMILU SEBAGAI IMPLEMENTASI KEBEBASAN BERPENDAPAT

Sebelum membahas jauh tentang Pemilu, sebaiknya mengetahui dulu sebenarnya makna dari Pemilu. Pemilu merupakan salah satu sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang berdasarkan pada demokrasi pancasila. Dengan demikian, Pemilu dapat diartikan sebagai mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercayai. Orang atau partai yang dipercayai, kemudian menguasai pemerintahan sehingga melalui Pemilu diharapkan dapat menciptakan pemerintahan yang representatif.[1]
Penyelenggara negara, khususnya pimpinan eksekutif dan anggota legislatif dipilih oleh rakyat dalam pemilihan umum. Legitimasi pemerintahan terutama bukan pada keahlian dan kepintaran mereka, tetapi pada persetujuan dan pilihan rakyat.[2] Rakyat paling berhak dan paling mengetahui tentang siapa yang layak menjadi penyelenggara negara, nasional ataupun daerah. Pemilihan umum yang bebas, adil kompetitif dan berkala harus ada di sistem pemerintahan Indonesia. Pemilihan pejabat negara secara langsung oleh rakyat yang berlangsung berulang-ulang akan mengkondisikan setiap pejabat negara menjadi pelayan rakyat. Semakin banyak pejabat negara yang dipilih oleh rakyat, semakin banyak pejabat negara yang melayani rakyat, dan kebijakan publik semakin sesuai aspirasi rakyat.[3]
            Pemilu merupakan satu dari sekian hal yang tampak sebagai bukti adanya kebebasan berpendapat. Dalam Pemilu setiap individu memiliki hak untuk menentukan siapa, dari partai politik mana yang akan mereka pilih. Tidak ada pembatasan atau keharusan dalam menjatuhkan suara mereka pada pilihan tertentu. Adanya Pemilu ini benar-benar dapat menunjukan berjalannya pasal dalam UUD 1945 terkait kebebasan berpendapat. Warga negara berhak menyatakan pendapat mereka sendiri tanpa adanya hukuman yang keras mengenai masalah-masalah persamaan politik yang didefinisikan secara luas, termasuk kritik terhadap para pejabat, pemerintah, rezim, tatanan sosial-ekonomi dan ideologi yang ada. Individu bebas untuk mengambil keputusan sesuai keinginanya, dan sekali ia memutuskan, maka ia bertanggung jawab atas akibat dari keputusan itu. Oleh karena itu kebebasan tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab. Setiap orang yang menggunakan kebebasannya, maka pada saat yang sama ia harus memikul tanggung jawab sebagai konsekuensi dari penggunaan kebebasan.
Ada pula hak kewarganegaraan yang inklusif (mencakup semuanya) yang dimaksud adalah bahwa tak seorang dewasa pun yang menetap di suatu negara dan tunduk pada undang-undang negar tersebut dapat diabaikan hak-haknya. Hak-hak tersebut meliputi hak memberikan suara untuk memilih para pejabat dalam pemilihan umum yang bebas dan adil; hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan; hak bebas untuk berpendapat; hak untuk membentuk dan berpartisipasi dalam organisasi politik dan lain sebagainya.[4]
Ada pun sistem Pemilu yang baik dapat dinilai dengan adanya kriteria sebagai berikut:
1.      Akuntabilitas (Accountability)
Suatu sistem Pemilu dapat menghasilkan akuntabilitas yang dapat diukur melalui tingkat ketanggapan pemerintah terhadap tuntutan publik dan kemampuan publik untuk mengakhiri suatu pemerintahan yang tidak akuntabel melalui Pemilu.
2.      Keterwakilan (Representativeness)
Sistem Pemilu dapat menghasilkan pemerintah yang secara luas mewakili kepentingan pemilih.
3.      Keadilan (Fairness)
Sistem Pemilu dapat memperoleh kepercayaan tinggi dari para peserta Pemilu dan pemilih bahwa proses pemilihan secara sistematis dalam pelaksanaannya tidak akan diskriminatif terhadap mereka. Hal ini akan meningkatkan dukungan terhadap hasil pemilihan umum
4.      Persamaan hak-hak untuk setiap pemilih
Suatu sistem Pemilu dapat memberi bobot suara yang sama bagi setiap pemilih.
5.      Menciptakan pemerintahan yang efektif dan akomodatif
Sistem Pemilu dapat menghasilkan stabilitas dalam pemerintahan yang memungkinkan manajemen negara yang efektif. Sistem pemilihan juga diharapkan dapat mendukung konsultasi dan kompromi yang memadai antara kekuatan-kekuatan politik.
6.      Perkembangan partai-partai dan perwakilan lokal yang kuat secara relatif
Sistem Pemiihan dapat menghasilkan keseimbangan antara partai-partai politik dan besarnya kontrol yang dimiliki pemilih terhadap tindakan-tindakan mereka.
7.      Sistem Menyediakan kemudahan akses melalui kesederhanaan dan refleksi pilihan warga negara yang relatif tepat. Sistem Pemilu dapat memungkinkan pemilih untuk mengekspresikan pilihan mereka secra akurat dengan cara yang sederhana untuk dipahami oleh semua pemilih.[5]

            Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi rakyat. Sekalipun demikian, disadari bahwa pemilihan umum tidak merupakan satu-satunya tolok ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai, lobbying dan sebagainya.[6] Corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dimuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar.

            Menurut Robert Dahl dalam bukunya On Democracy (Terjemahan Perihal Demokrasi) menyatakan bahwa Pemilu merupakan salah satu lembaga politik yang dibutuhkan oleh demokrasi skala besar. Robert Dahl menyatakan demokrasi skala besar membutuhkan:
1.      Para pejabat yang dipilih
2.      Pemilihan umum yang bebas, adil, dan berkala
3.      Kebebasan berpendapat
4.      Akses ke sumber-sumber informasi alternatif
5.      Otonomi asosiasional
6.      Hak Kewarganegaraan yang inklusif (mencakup semuanya)

Dengan demikian Pemilu memiliki hubungan yang signifikan dengan demokrasi apabila peraturan dan pelaksanaannya menjamin terlaksananya hak asasi manusia terutama hak sipil dan hak politik. Misalnya adanya jaminan kebebasan berpendapat, berserikat, berkumpul, bergerak, jaminan atas keamanan, dan proses hukum yang semestinya.
Demokrasi berarti pemerintahan rakyat, yang secara bersama-sama memerintah diri mereka sendiri. Menyuarakan pendapat untuk kepentingan rakyat itu pula. Dengan menggunakan hak berpendapat rakyat memilih sebagian dari antara mereka menjadi penyelenggara negara, yang bertugas melayani seluruh rakyat sesuai kehendak rakyat. Demokrasi sendiri merupakan gabungan antara cara dan tujuan. Berbeda dengan pemerintahan diktator yang memisahkan tujuan dan cara. Segala cara bisa ditempuh demi pencapaian tujuan. Demokrasi memang bukan pemerintahan demi efisiensi, tetapi pemerintahan demi tanggung jawab, oleh karena itu pengambilan keputusan menjadi lambat. Tetapi, sekali keputusan ditetapkan, dapat diharapkan lapisan luas masyarakat akan mendukung pelaksanaannya dan oleh karena itu akan lebih terjamin keberhasilannya.



[1] Cholisin,dkk. 2007. Dasar-dasar Ilmu Politik. Yogyakarta: UNY Press. Hlm. 128
[2] Merphin Panjaitan. 2011. Logika Demokrasi: Rakyat Mengendalikan Negara. Jakarta: Permata Aksara. Hlm.158
[3]  Ibid, hlm.159
[4] Cholisin, dkk. Ibid, hlm. 137-138
[5] Wahyudi Kumorotomo dan Agus Pramusito(editor). 2009. Governance Reform di Indonesia: Mencari Arah Kelembagaan Politik yang Demokratis dan Birokrasi yang Profesional. Yogyakarta: Gava Media dan Map-UGM. Hlm. 38
[6] Miriam Budiharjo, ibid. Hlm. 461




SUMBER BAHAN

Cholisin,dkk. 2007. Dasar-dasar Ilmu Politik. Yogyakarta: UNY Press.
Merphin Panjaitan. 2011. Logika Demokrasi: Rakyat Mengendalikan Negara. Jakarta: Permata Aksara.
Miriam Budiharjo. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Redaksi Sinar Grafika. Persandingan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia. 1945. 2008. Jakarta: Sinar Grafika.
Wahyudi Kumorotomo dan Agus Pramusito(editor). 2009. Governance Reform di Indonesia: Mencari Arah Kelembagaan Politik yang Demokratis dan Birokrasi yang Profesional. Yogyakarta: Gava Media dan Map-UGM.

Peran Obyek Wisata Bagi Pengembangan Kepariwisataan di DIY

Ragam budaya yang disuguhkan di Yogyakarta menjadikan kota ini dipertimbangkan keberadaannya untuk menjadi tujuan wisata. Keanekaragaman budaya yang dimiliki Kota Yogyakarta dan selalu terjaga kekhasannya membuat para wisatawan lokal maupun mancanegara sering berkunjung ke Kota Budaya ini. Budaya merupakan salah satu aset yang perlu dijaga kelestariannya, dengan adanya pelestarian maka akan terjaga keunikannya. Budaya adalah salah satu penarik di bidang pariwisata, terbukti Pulau Bali menjadi tujuan wisata nomor satu di Indonesia dikarenakan masyarakatnya masih menjaga keasrian alam dan budaya. Potensi yang dimiliki Indonesia baik keindahan alam serta keberagaman budaya sangat menjual bagi dunia kepariwisataan. Adanya moment sejarah yang terjadi di beberapa daerah, memberi peninggalan bersejarah dari perjuangan para pendahulu.
          Dunia pariwisata di Indonesia memang sudah tidak diragukan lagi. Kemampuan pemerintah dalam mengelola daerah yang memiliki potensi sebagai tempat tujuan wisata cukup bagus. Saat ini terbukti dari waktu ke waktu semakin bertambah tempat wisata yang menjadi pilihan. Beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia memiliki banyak obyek wisata yang tersebar di berbagai daerah. Letak geografis Indonesia yang berada diantara dua benua dan dua samudera. Indonesia memiliki letak yang sangat strategis bagi wisatawan asing, sehingga aset pariwisata yang dimiliki dapat mudah menarik pengunjung. Lantas iklim Indonesia juga berdampak positif  bagi keindahan alam, iklim tropis sangat mendukung untuk tumbuh kembangnya flora di tanah Indonesia. Adanya alam itu memberikan habitat bagi fauna untuk bertahan hidup. Ketersediaan bahan pangan bagi fauna itu sangat mendukung untuk regenerasi fauna di Indonesia khususnya fauna endemik. Seperti Komodo di Pulau Komodo, komodo merupakan salah satu fauna khas yang dimiliki Indonesia.
          Faktor selanjutnya adalah latar belakang historis, Indonesia memiliki segudang cerita yang berkenaan tentang perjuangan kemerdekaan, tentang beberapa legenda dan peristiwa sejarah misal: penyebaran agama islam; hindu-budha. Beberapa peristiwa sejarah yang perlu dikenalkan bagi generasi muda agar kedepannya sebagai penerus dapat mengenang serta mengambil manfaat dari adanya pengalaman para pendahulu. Beberapa tempat bersejarah sebagai saksi terjadinya suatu peristiwa sampai saat ini mendapat perhatian baik dari pemerintah. Pemerintah lantas tidak mengkramatkan tempat bersejarah, justru membuka untuk umum agar tempat-tempat bersejarah dikunjungi. Tujuan hal ini agar generasi muda dan masyarakat dapat mengenang jasa para pendahulu serta meneruskan perjuangan yang telah terraih.
          Kebudayaan, jika membicarakan budaya di negara kita maka tidak akan habisnya. Kekayaan kesenian, upacara adat dan budaya lokal yang ada di setiap daerah memberikan daya tarik tersendiri di bidang pariwisata Indonesia. Kebudayaan sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia sehingga keunikan dari budaya yang dimiliki setiap daerah pasti ada. Keunikan inilah yang dapat menarik wisatawan, perbedaan antara setiap kebudayaan yang dimiliki suku, ras, agama, dan golongan di Indonesia menjadikan pariwisata Indonesia semakin bervariasi. Kebudayaan menjadi salah satu bagian dari promosi pariwisata karena keunikannya.
Ujung Kulon hingga Irian Jaya terdapat banyak tempat pariwisata yang dapat menarik perhatian bagi masyarakat Indonesia maupun masyarakat mancanegara. Setiap daerah memiliki potensi masing-masing diberbagai bidang, begitu pula dibidang pariwisata. Daerah dapat mengembangkan diri melalui obyek pariwisata yang ada. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi Indonesia yang mempunyai ragam budaya, selain dikenal sebagai kota pelajar, kota pendidikan, Yogyakarta sangat dikenal sebagai kota budaya.
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata memberikan beberapa pilihan bagi peminatnya. Obyek wisata yang ada di Yogyakarta pun beraneka macam dari indahnya alam, kunonya bangunan bersejarah, uniknya upacara adat, hingga ramainya pusat perbelanjaan. Alam di Yogyakarta tak kalah pula dengan pantai pasir putih yang ada di Pulau Bali, pantai yang berada di Kabupaten Gunung Kidul dari Krakal, Kukup, Sundak, dan Drini memberikan keindahan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Deretan pantai yang ada di Kabupaten Gunung Kidul tak sepi dari pengunjung pula. Tidak seramai di pantai pasir putih di Pulau Bali, dikarenakan akses jalan menuju ke obyek wisata ini memakan waktu yang cukup lama. Pantai Parangtritis yang terletak di Kabupaten Bantul juga memberikan ruang bagi masyarakat untuk menikmati kerasnya ombak lautan. Keunikan yang ada di Pantai Parangtritis yaitu adanya Upacara Labuhan. Upacara yang diadakan pihak Kraton Yogyakarta di Pantai Parangtritis yang diikuti masyarakat sekitar. Kegiatan ini tak jarang mengundang rasa penasaran bagi para wisatawan. Keunikan budaya ini yang seringkali menarik warganegara asing berkunjung ke Negara Indonesia. Apabila dipikir secara logika, keindahan lautan, alam di negara lain lebih indah dibandingkan di Indonesia. Adanya keunikan budaya yang hanya ada di Indonesia membuat warganegara asing meginjakkan kaki ke negara kita untuk mengetahui bagaimana kebudayaan. Yogyakarta memiliki Kraton, yang dulunya sebagai pusat pemeritahan Yogyakarta. Dulunya sebagai tempat yang sakral sehingga Kraton Yogyakarta tak banyak yang mengetahui apa saja yang terdapat di dalam. Saat ini sudah mengalami perubahan, Kraton Yogyakarta dibuka untuk umum. Hal ini bertujuan untuk mengenalkan bermacam-macam kesenian dari tari-tarian, kendaraan zaman dulu dan peninggalan fisik. Dalam rangka mengenalkan kepada masyarakat kesenian Jawa kepada masyarakat luas melalui Kraton Yogyakarta, melalui pagelaran wayang dan tari-tarian.
Beralih ke obyek wisata Monumen Jogja Kembali, Monumen yang berada di titik imaginer letaknya pun strategis di Jalan Lingkar Utara, Dusun Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta sehingga memudahkan akses para wisatawan. Monumen ini memiliki banyak daya tarik, selain tempatnya yang strategis, monumen juga berbentuk unik, harga tiket terjangkau dan memiliki nilai sejarah. Berkenaan dengan nilai sejarah ini, Monumen dapat menumbuhkan kesadaran bagi generasi muda akan keberadaan para pahlawan bangsa. Tidak hanya itu saja, pembentukan karakter bangsa juga menjadi harapan dari keberadaan monumen ini. Keberadaan Monumen Jogja Kembali berdampak pada aspek sosial-ekonomi dan sosial-budaya. Secara budaya sebagai salah satu jalan melestarikan budaya dan mengenalkan sejarah bagi generasi muda. Situs Ratu Boko dan Candi Prambanan memberikan kelengkapan bagi pilihan wisata di Provinsi DIY. Bangunan arsitektur yang memukau, bahkan Candi Prambanan merupakan salah satu bangunan candi tercantik di Indonesia. Adanya legenda dari tempat pariwisata itu memberikan fungsi tersendiri. Legenda yang terdapat bukti fisik akan lebih mudah mengundang ketertarikan bagi pengunjung.
Pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Kegiatan yang berbasis pariwisata merupakan salah satu upaya yang dilakukan pihak pemerintah dalam rangka mempromosikan obyek wisata yang belum ramai dikunjungi oleh para wisatawan. Sesungguhnya berbagi obyek wisata yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki potensi yang luar biasa. Meskipun setiap obyek wisata tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Hal itu sudah sangat wajar, disinilah peranan pemerintah yang memiliki kewenangan untuk memperbaiki struktur pengurus obyek wisata yang bermasalah. Tujuannya agar obyek wisata dapat menunjukan eksistensinya sesuai dengan keunggulan yang ada.
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki beberapa faktor penarik sebagai daerah tujuan wisata. Pertama, DIY memiliki letak strategis untuk dikunjungi. Bagi yang mempunyai keinginan berkunjung ke DIY dapat menggunakan transportasi berbagai macam. Melalui jalur darat atau udara dapat ditempuh. Ketika wisatawan telah sampai di Yogyakarta dapat menggunakan transportasi beraneka macam dari becak, andong, bus dan transportasi Trans Jogja. Trans Jogja yang tersedia memberikan kenyamanan bagi para wisatawan. Bagaimana tidak dengan busway ini, dapat berkeliling Yogyakarta dengan harga terjangkau. Pemerintah meluncurkan alat transportasi yang satu ini tidak lupa memperhatikan titik-titik obyek wisata. Untuk sampai ke Monumen Jogja Kembali bisa pula menggunakan Trans Jogja, kemudian ke arah selatan dapat berhenti sejenak menikmati gagahnya Tugu Jogja. Tidak hanya itu saja untuk samapi di pusat perbelanjaan yang begitu besar dan terkenal Malioboro pun bisa menggunakan Trans Jogja. Akses yang sangat mudah untuk menjangkau obyek wisata memudahkan obyek wisata yang di Yogyakarta berkembang. Pemerintah harus lebih meningkatkan alat transportasi agar kedepannya obyek pariwisata di Yogyakarta dapat meningkatkan jumlah pengunjung.
Sebagai daerah tujuan wisata Daerah Istimewa Yogyakarta tidak pernah berhenti untuk terus mempromosikan obyek wisata yang berada di Kota budaya ini. Banyak hal yang harus dilakukan oleh pemerintah terkait pembangunan tempat-tempat yang berpotensi untuk dijadikan obyek pariwisata. Perhatian yang bagus kepada obyek pariwisata akan memberikan dampak yang positif dalam banyak hal. Pariwisata dari waktu ke waktu dapat menyita perhatian yang luar biasa dari berbagai kalangan. Manusia pada umumnya tidak akan dapat dipisahkan dengan yang namanya dunia wisata, manusia membutuhkan hiburan untuk menyegarkan pikiran. Prospek dalam pariwisata cukup menjanjikan bagi pemasukan negara maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu sub sektor pariwisata pun diharapkan dapat menggerakkan ekonomi rakyat, karena dianggap sektor yang paling siap dari segi fasilitas, sarana dan prasarana dibandingkan dengan sektor usaha lainnya. Harapan ini dikembangkan dalam suatu strategi pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan pariwisata yang berbasis kerakyatan atau community-based tourism development .
Sejak awal telah disadari bahwa kegiatan pariwisata harus dimanfaatkan dengan baik dalam proses pembangunan. Pembangunan kepariwisataan sebagai bagian dari pembangunan nasional mempunyai tujuan antara lain memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja. Sejalan dengan tahap-tahap pembangunan nasional, pelaksanaan pembangunan kepariwisataan nasional dilaksanakan secara menyeluruh, berimbang, bertahap, dan berkesinambungan. Tampak jelas bahwa pembangunan di bidang kepariwisataan mempunyai tujuan akhir untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar obyek wisata yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Pariwisata merupakan industri gaya baru yang mampu memacu pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup, dan dalam mengaktifkan sektor lain di dalam negara penerima wisatawan. Di samping itu pariwisata sebagai suatu sektor yang kompleks, mampu menghidupkan sektor-sektor lain meliputi industri-industri seperti industri kerajinan tangan, industri cinderamata, penginapan, dan transportasi. (Salah Wahab, 1976: 5)
Wisatawan yang mengunjungi suatu daerah tujuan wisata antara lain didorong oleh keinginan untuk mengenal, mengetahui atau mempelajari daerah dan kebudayaan masyarakat lokal. Selama berada di daerah tujuan wisata, wisatawan pasti berinteraksi dengan masyarakat lokal, bukan saja dengan mereka yang secara langsung melayani kebutuhan wisatawan melainkan juga dengan masyarakat luas. (I Gde Pitana dan Putu G. Gyatri, 2005 : 81)
Dunia pariwisata dengan beberapa aspek kehidupan yang terlibat di dalamnya akan mengakibatkan terjadinya pertemuan dua budaya atau lebih yang berbeda-beda yakni budaya antara para wisatawan dengan budaya masyarakat sekitar obyek wisata. Dua kebudayaan yang berbeda akan saling bersinggungan sehingga memberikan pengaruh yang dapat menimbulkan dampak bagi segala aspek kehidupan masyarakat sekitar obyek wisata.
Pada hakikatnya terdapat empat bidang pokok yang dipengaruhi oleh usaha pengembangan pariwisata, yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan hidup. Dampak positif yang bermanfaat dalam bidang ekonomi yaitu bahwa kegiatan pariwisata mendatangkan pendapatan devisa negara dan terciptanya kesempatan kerja, serta adanya kemungkinan bagi masyarakat di daerah tujuan wisata untuk meningkatkan pendapatan dan standar hidup mereka. Dampak positif yang lain adalah perkembangan atau kemajuan kebudayaan, terutama pada unsur budaya teknologi dan sistem pengetahuan yang maju. (Nyoman S. Pendit, 1990: 79 - 80)
Potensi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam sektor pariwisata khususnya menyangkut obyek wisata turut menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap tahunnya. Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai daerah-daerah wisata yang potensial dan wisata budaya yang telah dikenal baik secara nasional maupun internasional. Pembangunan kepariwisataan harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan sektor-sektor pembangunan lainnya melalui usaha-usaha kepariwisataan dari yang kecil, menengah hingga besar. Peranan pemerintah harus lebih diarahkan untuk mendorong peranan pihak swasta dalam usaha menciptakan produk wisata. Berkembangnya peranan swasta akan memajukan pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tidak cukup apabila hanya yang berjalan pihak pemerintah, hal ini dikarenakan minimnya dana untuk mengembangkan potensi yang ada.
Kementrian Budaya dan Pariwisata sudah memiliki empat jurus untuk membangun pariwisata Yogyakarta yaitu promosi lebih keras, anggaran digabung dengan swasta (untuk promosi), menjaga stabilitas keamanan tetap kondusif dan mengajak wartawan ke sejumlah tempat wisata. Hal ini di ungkapkan Menteri Menbudpar Jero Wacik yang saat ini pariwisata Indonesia mengusung tema Wonderful Indonesia. Usaha pemerintah untuk terus mengenalkan daerah tujuan wisata unggulan baru Indonesia misalnya: Sejumlah daerah unggulan wisata baru itu antara lain Sumtera Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Belitung, Batam-Bintan, hampir semua daerah wisata di Pulau Jawa, Bali, Lombok, NTB, Timor dengan Komodonya dan Papua. Untuk Papua, katanya, di sana ada Sentani, Lembah Baliem dan Raja Ampat. Selain itu, juga Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara (Wakatobi). (Dalam: http://www.antaranews.com/berita/1294404946/menbudpar-4-jurus-untuk-wonderful-indonesia. Diunduh pada: 21 Desember 2011; 19:00)





DAFTAR PUSTAKA

I Gde Pitana dan Putu G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: ANDI.
Nyoman S. Pendit. 1990. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT. Pradana Paramita.
Salah Wahab. 1976. Manajemen Kepariwisataan Terj. Frans Gromang. Jakarta: PT Pradnya Paramita.


           

Senin, 19 Desember 2011

FERDINAND TONNIES

BIOGRAFI FERDINAND TONNIES 
           Ferdinand Tonnies lahir di Schleswig, Jerman Timur pada tahun 1855 dan wafat pada tahun 1936. Sepanjang hidupnya ia bekerja di universitas kota Kiel. Ia merupakan salah seorang sosiolog Jerman yang turut membangun institusi terbesar yang sangat berperan dalam sosiologi Jerman. Dan ia jugalah yang melatarbelakangi berdirinya German Sosiological Association ( 1909, bersama dengan George Simmel, Max Webber, Werner Sombart, dan lainnya ). Ferdinand Tonnies memiliki berbagai karya diantaranya Gemeinschaft dan Gesellschaft (yang dipublikasikan pertamakali pada tahun 1887) yang selanjutnya diedit dan di alihbahasakan kedalam bahasa Inggris menjadi Community and Society (1957) oleh Charles P. Loomis, karyanya yang lain yang berupa essai-essai tentang sosiologi terdapat di dalam bukunya Einfuhrung in die Soziologie (An Introduction to Sociology). Diakhir usianya Tonnies adalah seorang yang aktif menentang gerakan NAZI di Jerman dan seringkali ia diundang menjadi Professor tamu di University of Kiel, setelah hampir masa hidupnya ia gunakan untuk melakukan penelitian, menulis, dan mengedit karya para sosiolog dimasanya.

GEMEINSCHAFT dan GESSELCHAFT  FERDINAND TONNIES
Tonnies memiliki teori yang penting yang berhasil membedakan konsep tradisional dan modern dalam suatu organisasi sosial, yaitu Gemeinschaft (yang diartikan sebagai kelompok atau asosiasi) dan Gesellschaft (yang diartikan sebagai masyarakat atau masyarakat modern-istilah Piotr Sztompka). Tonnies memasukkan Gemeinschaft dan Gesellschaft di bukunya (1887) satu diantara beberapa nomor yang dipaparkan, sebagai salah satu teori yang bersifat modern. Menurutnya Gemeinschaft adalah sebagai situasi yang berorientasi nilai nilai, aspiratif, memiliki peran, dan terkadang sebagai kebiasaan asal yang mendominasi kekuatan sosial. Jadi baginya secara tidak langsung Gemeinschaft timbul dari dalam individu dan adanya keinginan untu memiliki hubungan atau relasi yang didasarkan atas kesamaan dalam keinginan dan tindakan. Individu dalam hal ini diartikan sebagai pelekat/perekat dan pendukung dari kekuatan sosial yang terhubung dengan teman dan kerabatnya (keluarganya), yang dengannya mereka membangun hubungan emosional dan interaksi satu individu dengan individu yang lain. Status dianggap berdasarkan atas kelahiran, dan batasan mobilisasi juga kesatuan individu yang diketahui terhadap tempatnya di masyarakat.
Sedang Gesellschaft merupakan sesuatu yang kontras, menandakan terhadap perubahan yang berkembang, berperilaku rasional dalam suatu individu dalam kesehariannya, hubungan individu yang bersifat superficial (lemah, rendah, dangkal), tidak menyangkut orang tertentu, dan seringkali antar individu tak mengenal, seperti tergambar dalam berkurangnya peran dan bagian dalam tataran nilai, latar belakang, norma, dan sikap, bahkan peran pekerja tidak terakomodasi dengan baik seiring dengan bertambahnya arus urbanisasi dan migrasi juga mobilisasi.
Tonnies memaparkan Gemeinschaft adalah wessenwill yaitu bentuk-bentuk kehendak, baik dalam arti positif maupun negatif, yang berakar pada manusia dan diperkuat oleh agama dan kepercayaan, yang berlaku didalam bagian tubuh dan perilaku atau kekuatan naluriah. Jadi, wessenwill itu sudah merupakan kodrat manusia yang timbul dari keseluruhan kehidupan alami. Sedangkan Gesselschaft adalah Kurwille yaitu merupakan bentuk-bentuk kehendak yang mendasarkan pada akal manusia yang ditujukan pada tujuan-tujuan tertentu dan sifatnya rasional dengan menggunakan alat-alat dari unsur-unsur kehidupan lainnya. Atau dapat pula berupa pertimbangan dan pertolongan. Tonnies membedakan Gemeinschaft menjadi 3 jenis, yaitu :
1)      Gemeinschaft by blood, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ikatan darah atau keturunan. Didalam pertumbuhannya masyarakat yang semacam ini makin lama makin menipis, contoh : Kekerabatan, masyarakat-masyarakat daerah yang terdapat di Yogyakarta.
2)      Gemeinschaft of placo (locality), yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinggal yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapatnya saling menolong, contoh : RT dan RW.
3)      Gemeinschaft of mind, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ideology atau pikiran yang sama.
Dimana, dari ketiga bentuk ini dapat ditemui pada masyarakat, baik di kota maupun di desa.
Oleh Tonnies juga dikatakan bahwa suatu paguyuban (gemeinschaft) mempunyai beberapa ciri pokok, yaitu sebagai berikut.
  1. Intimate, yaitu hubungan menyeluruh yang mesra
  2. Private, yaitu hubungan yang bersifat pribadi, khusus untuk beberapa orang saja
  3. Exclusive, yaitu hubungan itu hanyalah untuk “kita” saja dan tidak untuk orang-orang diluar”kita”
Di dalam gemeinschaft atau paguyuban terdapat suatu kemauan bersama (common will), ada suatu pengertian (understanding) serta juga kaidah-kaidah yang timbul dengan sendirinya dari kelompok tersebut. Apabila terjadi pertentangan antara anggota suatu paguyuban, pertentangan tersebut tidak akan dapat diatasi dalam suatu hal saja. Hal itu disebabkan karena adanya hubungan yang menyeluruh antara anggota-anggotanya. Tak mungkin suatu pertentangan yang kecil diatasi karena pertentangan tersebut akan menjalar kebidang-bidang lainnya. Keadaan yang agak berbeda akan dijumpai pada petembayan atau gesselschaft, dimana terdapat public life yang artinya bahwa hubunganya bersifat untuk semua orang; batas-batas antara “kami” dengan “bukan kami” menjadi kabur. Pertentangan-pertentangan yang terjadi antara anggota dapat dibatasi pada bidang-bidang tertentu sehingga suatu persoalan dapat dialokasikan.

Minggu, 18 Desember 2011

PERANAN GITO GATI DALAM UPAYA PELESTARIAN BUDAYA DI YOGYAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

Jl. Gito-Gati pada tanggal 15 Mei 2011 diresmikan oleh Bupati Sleman Sri Purnomo sebagai nama jalan yang menghubungkan perempatan Denggung dengan perempatan Grojogan, Pandowoharjo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Sebuah jalan yang tergolong memiliki akses utama dalam sistem transportasi di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jalan beraspal mulus kira-kira lebar lima meter dan panjangnya hampir dua kilometer itu merupakan penghubung jalan provinsi, yakni Jalan Magelang dan Jalan Kaliurang. Memanjang mulai dari Denggung (sisi timur kompleks perkantoran Sleman ke timur sampai menembus Jalan Monumen Jogja Kembali). Ini merupakan sebuah akses jalan yang tergolong besar, namun pemerintah setempat bangga menggunakan nama tokoh lokal.
Peresmian Jalan Gito Gati pun dimeriahkan dengan pagelaran wayang semalaman suntuk. Di dalamnya diselangi juga pertunjukan kethoprak dalam lakon Limbukan. Dalangnya putra dari Pak Gito dan Pak Gati, Suwondo dan Ki Bayu Sugati. Kolaborasi wayang dengan kethoprak sekaligus menutup rangkaian acara puncak HUT ke-95 Pemerintah Kabupaten Sleman. Hal ini juga membuktikan adanya perhatian dari pihak pemerintah setempat terhadap seniman lokal serta menghargai peranan tokoh kesenian tersebut. (Dalam: http://www.krjogja.com/news/detail/82562/Pemkab.Resmikan.Jalan.Gito.Gati.)
Gito Gati merupakan dua bersaudara (kembar), keduanya merupakan seniman lokal yang serba bisa, namanya pun telah mengharumkan Kabupaten Sleman serta Yogyakarta pada umumnya. Sugito dan Sugati adalah dua seniman yang terlahir kembar, darah seni dari ayah telah mengalir pada diri mereka. Peranan keduanya seperti apa dalam melestarikan budaya lokal sehingga pemerintah setempat memilih nama seniman kembar tersebut dijadikan sebagai nama jalan. Keseluruhan tadi membuat saya sebagai peneliti tertarik untuk menjadikan hal ini sebagai bahan penulisan karya tulis sejarah, dengan harapan dapat menyumbang referensi bagi karya selanjutnya dan adanya sebuah karya yang membahas tentang peranan Gito Gati dalam pelestarian budaya sehingga nama keduanya diusulkan hingga diangkat menjadi nama sebuah jalan di Kabupaten Sleman.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana latar belakang kehidupan Gito Gati ?
2.      Bagaimana peranan Gito Gati melestarikan budaya di Yogyakarta?
3.      Bagaimana persepsi masyarakat terhadap peranan Gito Gati?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui latar belakang kehidupan Gito Gati.
2.      Menjelaskan peranan Gito Gati melestarikan budaya di Yogyakarta.
3.      Mengetahui persepsi masyarakat terhadap peranan Gito Gati.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Kehidupan Gito Gati
Sugito Sugati terlahir kembar pada tahun 1933, Sugito Sugati merupakan putra dari Ki Cermowaruna. Kedua seniman bermukim di Dusun Pajangan, Pendowoharjo, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Gito Gati merupakan tokoh pewayangan dan kethoprak andalan Kabupaten Sleman. Keahlian dalam kehidupan seni sudah tidak diragukan lagi, kepiawaian dalam memainkan benda mati (wayang) serta bermain peran dalam kethoprak sudah menjadi rahasia umum di wilayah Yogyakarta. Gito Gati lahir dari keluarga yang mempunyai jiwa seni yang tinggi, sehingga setelah terlahir di dunia keduanya terlibat dalam kesenian baik wayang maupun kethoprak.
Gito Gati setelah besar semakin yakin dalam melangkahkan jejaknya di pewayangan serta Kethoprak. Keduanya tidak mengikuti jejak para tetangga lingkungan tempat tinggal mereka yang mayoritas berprofesi sebagai petani. “Bapak dari seniman, lahirnya langsung menjadi seniman” seperti itu ucap dari Bapak Sarji (beliau merupakan ketua RW Dusun Pajangan). Gito Gati apabila dilihat sepintas sangat sulit dibedakan oleh orang, terkadang kerabatnya saja sulit untuk membedakan antara keduanya. Gito Gati, saudara kembar yang memang dapat dikatakan kembar benar-benar identik (hampir tidak terdapat perbedaan sama sekali).
Gito Gati saat itu bergabung dengan PS BAYU, kepanjangan dari PS BAYU adalah Persatuan Seni Bagian Yogyakarta Utara. PS BAYU yang didirikan oleh Bapak S.Condromowo, beliau dulunya sebagai pegawai penerangan kabupaten Sleman. Setelah keduanya bergabung dengan PS BAYU, semakin meningkat kesenian kethoprak dan wayang, namun sebelumnya perlu dikemukakan disini tentang kehadiran seorang wanita yang merupakan istri kedua Pak Gati. Kisah cinta Pak Gati dengan istri keduanya bermula dari PS BAYU. Putri dari pendiri PS BAYU, Ibu Jiyem menikah dengan Pak Gati. Dulunya Ibu Jiyem adalah murid Pak Gati di PS BAYU, dan mereka sering terlibat satu panggung dalam permainan peran dalam kethoprak, bahkan Ibu Jiyem pun ahli dalam dunia kesenian pula, beliau memiliki kemampuan yang tidak diragukan lagi. Sinden, ngethoprak, dan nari pun beliau mampu melakukannya. Saat ini Ibu Jiyem lebih sering menjadi sinden dalam pewayangan sedikit meninggalkan menari karena usia beliau yang semakin tua. Pak Gati bersama Ibu Jiyem dikaruniai dua anak, sedangkan dengan istri pertama (Ibu Sugimah) mendapatkan empat orang anak. Saudara kembar yang lain Pak Gito mempunyai empat orang anak. Seluruh keturunan Gito Gati memilih kehidupan di garis seni, meneruskan orang tuanya. Salah satu anak Pak Gati adalah Ki Bayu Sugati, yang saat ini mengelola PS BAYU. Pak Gati memberikan nama anak dengan BAYU, yang mungkin karena beliau dulunya bergabung dengan PS BAYU. Sang kakak, Basuki Supriyatman dikenal aktif pula di dunia seni tradisional. Ternyata yang aktif dalam seni tidak hanya dari anak Pak Gati saja yang namanya melalang buana, namun putra dari Pak Gito juga demikian. Pak Suwondo adalah seorang dhalang, dan Bambang Rabies sebagai pelawak tenar wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Pada tahun 1996 Pak Gito meninggal karena kelelahan setiap malam menerima job, sedangkan Pak Gati meninggal pada tahun 2009 karena sakit stroke yang menyerangnya. Dapat dikatakan berpijak dari seni, berproses dengan seni dan berakhir dalam seni pula keluarga Gito Gati.

B.     Peranan Gito Gati Melestarikan Budaya di Yogyakarta
Sugito dan Sugati membangun masyarakat petani  di lingkungan desanya dan mengembangkan kethoprak, wayang orang serta wayang kulit. Menjadi petani, seperti yang kita ketahui bahwa mayoritas masyarakat Indonesia saat itu berprofesi sebagai petani sehingga Indonesia lebih dikenal sebagai negara Agraris. Lahan hijau terbentang luas, tanah hijau subur yang di manfaatkan bagi masyarakat untuk mencari nafkah. Tak lain pula masyarakat Dusun Pajangan, Pendowoharjo, Kabupaten Sleman yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Keberhasilan Sugito dan Sugati membangun masyarakat petani  terbukti sekitar tahun 1960-an terbentuk tim karawitan, kethoprak dan wayang orang yang beranggota warga Desa Pajangan sendiri. Gito dan Gati mengajak tetangga-tetangganya untuk berlatih kethoprak. Dari Desa pajangan ini pula grup kethoprak bernama PS BAYU menjadi lebih terkenal di seluruh wilayah Jawa tengah dan DIY.
Nama Gito Gati pun dikenal masyarakat luas sebagai pelawak, di samping tetap menekuni kethoprak, bahkan dalam sejarah lawak gaya Mataraman, Gito Gati bisa dikatakan  sebagai generasi kedua setelah surutnya pelawak Basiyo, Atmonadi, dan lainnya. Dari kerja seni Gito Gati inilah, keturunannya lebih banyak  mengandalkan hidup dari seni tradisi ini meskipun hidupnya tetap tinggal di lingkungan masyarakat petani. Salah satu anak Gito, Bambang Rabies adalah pelawak yang punya nama di Yogyakarta dan pelosok-pelosok desa di Jateng. ( Dalam: TH Pudjo Widijanto, “Jalan Gito Gati - Menghargai Karya Komunal Agraris”,  Kompas, 14 Juni 2011)
Munculnya PS BAYU yang dirintis oleh Gito Gati yang dilanjutkan oleh anak-anaknya ini merupakan kearifan lokal yang sangat berharga dan penting untuk dilestarikan. Ketekunan dalam menjalani dunia kesenian sehingga memberikan manfaat luar biasa bagi masyarakat sekitar kediaman beliau serta pemerintah setempat. Segala usaha dari pemerintah yang berkeinginan untuk mengenalkan kepada masyarakat terutama generasi muda tanpa adanya dukungan segelintir orang yang berkompeten dalam dunia seni dirasa akan mengalami kesulitan. Dengan adanya peranan Gito Gati dalam mengenalkan kesenian wayang dan Kethoprak akan membantu pemeritah dalam melestarikan budaya lokal seiring dengan berkembangnya zaman. Dari Gito Gati lahir keturunan seniman yang mampu meneruskan jejak kedua orang tuanya. Diharapkan dari dua pendahulu seni ini, ada regenerasi bidang kesenian khususnya. Dari tangan Gito Gati, Desa Pajangan menjadi desa seni dan diharapkan dari desa itu lahir lagi seniman-seniman berkualitas seperti almarhum.

C.    Persepsi Masyarakat terhadap Peranan Gito Gati
“Pemberian nama jalan ini merupakan penghargaan kepada seniman yang lahir kembar, almarhum Sugito dan sugati, yang telah berkiprah mengembangkan kesenian wayang dan ketoprak.” Kata Sri Purnomo. Ungkapan yang terkesan klise ini sesungguhnya juga menyiratkan bagaimana dia menghormati jasa-jasa seseorang. Dengan kata lain, Pak Purnomo ingin menempatkan sebutan pahlawan lebih kepada makna, bukan dalam tataran artifisial. Artinya, bukan sebatas nama besar yang mengangkat senjata dan meriam. Karena, itu pemberian nama Gito Gati sesungguhnya telah terjadi penghormatan terhadap sejarah lokal, kultural, sekaligus mengangkat harkat dan martabat sebuah komunal masyarakat agraris yang memang berjasa untuk daerahnya. (Kompas, Selasa 14 Juni 2011).
Gito Gati selain sebagai tokoh seni tradisional yang dimiliki Kabupaten Sleman, beliau-beliau merupakan tokoh yang menjadi panutan masyarakat sekitar tempat tinggal mereka. Bahkan Ki Sugati pernah menjabat sebagai kepala Dukuh dan saat ini posisi tersebut digantikan oleh Ibu Prapti anak menantu Pak Gati, Beliau adalah istri dari Ki Bayu Sugati, Ki Bayu Sugati adalah Putra dari Pak Gati yang kini meneruskan perjuangan ayah sebagai dalang wayang kulit. “Gito Gati adalah Bapak desa yang sangat kami hormati. Kami bangga. Kiprah mereka di dunia kesenian patut diteladani, apalagi kesenian tradisional kini mulai langka,” Ujar Bapak Bambang Harniyanto selaku Kepala Desa Pandowoharjo. (Harian Jogja, 19 Mei 2011)
Wajah kedua seniman asli Kabupaten Sleman ini sudah tidak lagi asing bagi masyarakat sekitar ataupun seluruh masyarakat Yogyakarta ditambah lagi usaha yang dilakukan dalam melestarikan kebudayaan. Jalur melestarikan budaya agar sampai membumi, merasuk hingga ke jiwa masing-masing warga. Semboyan itu yang dimiliki oleh Gito Gati, hal itu di ungkapkan oleh Pak Sarji selaku Ketua RW setempat. Menurut pengakuan beliau, Gito Gati dalam dunia kesenian menomor duakan urusan bisnis. Walaupun tanpa disadari dari seni mereka dapat meraih kesuksesan. Prioritas utama adalah melestarikan kebudayaan lokal, dalam bahasa jawanya Nguri-uri budaya jawi.
Ketika mengucap nama Gito Gati, sudah pasti yang terselib di benak masyarakat adalah seniman handal yang melegenda di Sleman. Hal ini pun di akui oleh Bupati Sleman Bapak Sri Purnomo, yang kemudian memutuskan untuk memakai nama keduanya sebagai nama jalan. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenag jasa beliau dalam melestarikan kebudayaan di Yogyakarta. Hal ini juga diungkapkan oleh Asisten Bidang Administrasi dan Pembangunan Kabupaten Sleman, Pak Joko Handoyo di ruang Humas Pemkab Sleman, “Kurang lebih jaraknya 2 kilometer. Kami berikan jalan tersebut dengan nama Gito Gati untuk mengenang kedua tokoh kesenian yang pernah dimiliki Sleman,” (Dalam: http://www.krjogja.com/news/detail/82562/Pemkab.Resmikan.Jalan.Gito.Gati.
BAB III
KESIMPULAN

Sugito dan Sugati merupakan dua seniman kembar yang lahir pada tahun 1933, kedua seniman tersebut merupakan putra dari Ki Cermowaruna. Kiprahnya dalam melestarikan budaya khususnya seni kethoprak dan pewayangan sudah menjadi rahasia umum. Keberhasilan Sugito dan Sugati membangun masyarakat petani  terbukti sekitar tahun 1960-an terbentuk tim karawitan, kethoprak dan wayang orang yang beranggota warga Desa Pajangan sendiri. Gito dan Gati mengajak tetangga-tetangganya untuk berlatih kethoprak. Penduduk sekitar selain berprofesi sebagai petani, mereka memiliki kemampuan di bidang seni. Kiprahnya sebagai seniman serta menjadi panutan masyarakat, sehingga PEMKAB Sleman menggunakan nama kedua seniman kembar untuk nama jalan. Pada tanggal 15 Mei 2011, telah diresmikan Jln. Gito-Gati oleh Bupati Sleman Sri Purnomo. Penggunaan nama seniman kembar tersebut menjadi nama jalan sebagai wujud penghargaan atas kiprahnya dalam melestarikan kesenian kethoprak dan wayang.










Daftar Pustaka

Sumadiyono, “ Penghormatan untuk sang legenda” , Harian Jogja,19 Mei 2011
TH Pudjo Widijanto, “Jalan Gito Gati - Menghargai Karya Komunal Agraris”, Kompas, 14 Juni 2011

Interaksional antara Individu, Keluarga, dan Masyarakat

Adanya aspek organis-jasmaniah, psikis-rohaniah, dan sosial kebersamaan yang melekat pada individu, mengakibatkan bahwa kodratnya ialah untuk hidup bersama manusia lain. Menurut Durkheim kebersamaannya dapat dinilai sebagai “mekanistis”, merupakan solidaritas “organis” yaitu atas dasar saling mengatur. Selain kepentingan pribadi, diperlukan tata kehidupan yang mengamankan kepentingan komunal demi kesejahteraan bersama. Perangkat tatanan kehidupan bersama menurut pola tertentu kemudian berkembang menjadi apa yang disebut “pranata sosial” atau abstraksi yang lebih tinggi, dinamakan “kelembagaan” atau “institusi”.
Individu baru bisa dikatakan sebagai individu apabila sudah memproyeksikan apa yang khas dirinya pada suatu lingkungan sosial yang disebut masyarakat. Satuan lingkungan yang melingkari individu terdiri dari keluarga, lembaga, komunitas, masyarakat, dan nasion. Individu mempunyai “karakter”;maka satuan lingkungan sosial mempunyai karakteristik yang setiap kali berbeda fungsinya, struktur, peranan, dan proses-proses yang berlangsung pada dirinya. Posisi, peranan, dan tingkah lakunya diharapkan sesuai dengan tuntutan setiap satuan lingkungan sosial dalam situasi tertentu. Relasinya yang bersifat kompleks dan menjadi sasaran berbagai displin ilmu, tetapi diperoleh gambaran mengenai relasi individu dengan lingkungan sosialnya sebagai berikut:

a)      Relasi Individu dengan dirinya
Merupakan masalah khas psikologi. Didalam diri seseorang terdapat tiga sistem kepribadian yang Id yang artinya wadah dalam jiwa seseorang,berisi dorongan primitif dengan sifat temporer yang selalu menghendaki agar segera dipenuhi demi kepuasan, Contohnya seksual.Ego bertugas melaksanakan dorongan -dorongan Id, tidak bertentangan dengan kenyataan dan tuntutan dari Superego.Ego dalam bertugas berprinsip pada kenyataan relative principle. Superego berisi kata hati, berhubungan dengan lingkungan sosial,dan mempunyai nilai-nilai moral sehingga terkontrol.
b)     Relasi Individu dengan keluarga

Individu memiliki relasi mutlak dengan keluarganya. Ia dilahirkan dari keluarga, tumbuh dan berkembang untuk kemudian membentuk sendiri keluarga batinnya. Terjadi hubungan dengan saudara-saudara terjalin relasi biologis yang disusul oleh relasi psikologis dan sosial pada umumnya. Peranan-peranan dari setiap keluarga merupakan relasi khusus oleh kebudayaan lingkungan keluarga dinyatakan melalui bahasa (adat istiadat, kebiasaan, norma-norma dan nilai agama).

c)      Relasi Individu dengan lembaga
Lembaga diartikan sebagai norma-norma yang berinteraksi disekitar suatu fungsi masyarakat yang penting. Lembaga merupakan keutuhan tatanan perilaku manusiaa dalam kebersamaan yang berfungsi dalam stabilitas.Tumbuhnya individu kedalam lembaga-lembaga  sosial berlangsung melalui  proses sosialisasi. Posisi dan peranan individu dalam lembaga sosial sudah dibakukan berdasarkan moral,adat, ataau hukum yang berlaku.

d)     Relasi Individu dengan komunitas
Komunitas diartikan sebagai satuan kebersamaan hidup  sejumlah orang banyak yang memiliki ciri-ciri : teritorial yang terbatas, keorganisasian tata kehidupan bersama, dan berlakunya nilai-nilai dan orientasi nilai yang kolektif. Komunitas mencakup individu-individu,kelurga, dan juga lembaga yang saling berhuubungan secara iinterdependen. Bersifat komplleks, dari makna kehidupannya  ditentukan oleh orientasi nilai yang berlaku,artinya oleh kebudayaanya, yang menumbuhkan pranata-pranata sosial struktur kekerabatan keluarga dan perilaku individu maupun kolektifitas.Dengan demikian keluarga dan lembaga dalam sebuah komunitas dipandang sebagai wahana sosialisasi atau penyebaran nilai-nilai budaya.

e)      Relasi Individu dengan masyarakat
Masyarakat merupakan satuan lingkungan sosial yang bersifat makro. Sifat makro diperoleh dari kenyataan, bahwa masyarakat pada hakikatnya macam keluarga, lembaga, iindividu. Relasi individu dengan masyarakat dalam persepsi makro lebih bersifat sebagai abstraaksi. Kejahatan dalam masyarakat makro merupakan gejala yang menyimpang dari norma keteraturan sosial.

f)       Relasi Individu dengan nasion

Nasion adalah sutu jiwa, suatu asas spiritual, suatu solidaritas yang besar yang terbentuk oleh perasaan yang timbul sebagai akibat pengorbanan yang telah yang telah diperbuat.
Ada wawasan  hidup atas dasar nilai-nilai kolektif, yang lebih dekat dengan rumusan aspirasi bangsa seperti dicantumkan daam undang-undang. Relasi individu dengan nasionnya dinyatakan posisi serta peranan-peranan yang ada pada dirinya.
Hubungan langsung individu dengan nasion diekspresikan melalui posisinya sebagai warga negara. Oleh karena itu terwujud sebagai pola-pola penglihatan, persaan, penilaian yang dianggap merupakan pola ke-indonesia, bukan pola-pola kepribadian masyarakat daerah tertentu. Maka tingkat sistem kepribadian dari setiap individu menentukan nasion.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More