Selasa, 13 Desember 2011

Novel, no title


Masa Orientasi Madrasah
Krrriiiiiiingggggg…..
Aduh, kenapa kesiangan lagi. Padahal hari ini aku pertama kali masuk sekolah SMA, bangku sekolah yang sudah lama aku nanti. Biasa, aku yang selalu di panggil anak kecil rasanya segera ingin aku hilangkan. Ya, pengennya ibu, bapaku sudah mempercayaiku tidak menganggap anak kecil terus. Kamu harus ini,harus itu kata mereka seperti itu terus.
Tettttt,,,teettttt,,,,
Baru saja sampai gerbang disekolah baruku, hari pertama sudah telat. Apa kata guru-guru nanti, pasti aku akan mendapat sebutan anak telatan. JANGAN SAMPAI!!!! Pikiranku makin kacau, sudah datang telat, nyari kelasnya tidak ketemu. Maklum, hari pertama sekolah.
XB, XC, XD mana kelasku? Aku kan harusnya kelas 1D tapi kok nggak ada. Aku yang kuper apa sekolah ini yang kuper ya??? “XD=1D” kataku sesampaiku didepan pintu kelas yang tertulis XD.
Bismilahirohmanirrohim,
Dinda Bintang sari, namaku terdengar lantang dari ruang kelas.
“Assalamualaikum, pak. Maaf pak, saya Dinda” Sela ku di tengah keheningan kelas.
“Silahkan masuk” jawab Pak guru dengan ramah. hahahahhahahaha, seluruh murid tertawa
Gemetar badanku semakin menjadi-jadi. “Nggak tau, orang udah gemetar bwat ngumpulin nyali masuk kelas. E, udah masuk malah disambut dengan tertawaaan”. Kesalku dalam hati. Tapi, hal itu tak membuatku mati gaya, Bintang gitu. Tidak ada dikamus hidupku, Malu. Pezan Ibu tersayang, KENAPA HARUS MALU, MALU ITU KALAU KAMU MENCURI. Karena, itu aku tetap percaya diri.
Aku duduk, di bangku no.dua dari depan. Datang terlambat, duduk sendiri. Mungkin karena aku belum punya kenalan, rasanya jadi bete banget. Awal sekolah,menyenangkan banyak teman baru, dan bisa menjadi pengalaman indah bagiku. Semua itu tidak kurasakan, huhuhuhu. ^_^
Cizzzt,cizzt. Bintang tidak nyerah gitu saja. Ya, walaupun pagi ini udah dibikin kecewa. Mungkin karena telat, aku kehilangan indahnya hari pertama di MAN 1 Metro. Hari ini boleh buatku kecewa, tapi esok hari tidak boleh. TITIK.
14.00 , Alhamdulilah MOM (Masa Orientasi Madrasah) sudah berakhir.
Ku langkahkan kakiku kearah, perempatan jalan untuk menanti jemputanku. Istimewakan, sudah punya jemputan.  “Kiri, Pak” teriakku ketika ada bus bertuliskan jalur 14 yang kearah rumahku lewat. Hehehehe, jemputanku sangat eksklusif bukan. Bus berukuran besar, tapi sayang bukan milik pribadi. Inilah keputusan orang tuaku, yang belum mengijinkan aku untuk menggunakan motor ke sekolah. Kata ibu, belum waktunya Bintang kesekolah naik motor. Masih berbahaya, Ibuku belum tahu saja kalau anaknya itu jago naik motor bak pembalap gini. Kalau Cuma ngalah in Valentino Rossi bisa, bisa mustahil maksudnya.
Bintang, dimana??
Kok belum sampai rumah.
Ibu

Di bis, bu.
Masih di jalan.
Bintang

Nggak enak banget, masih aja nggak dipercaya. Mungkin ibu khawatir anak kesayangan ini terjadi apa-apa. Tapi, kadang malas banget dilakukan kayak anak kecil gini. Akhirnya, sampai di depan pasar reja. Aku berhenti di sini, biar tidak terlalu jauh jalan kakinya. Rumahku kan di tengah desa.
Tok.tok.tok…
“Ibu, bintang pulang” teriakku
“anak ibu yang tersayang sudah pulang, kok lama tang sampai rumahnya?” sambut ibu
“Emangnya naik motor sendiri, bu” kataku sambil lepas sepatu baruku
“Eemmm, anak ibu mulai pinter ngerayu ibunya. Makin jago gunkan kesempatan di dalam kesempitan. Tidak bisa, tetap tidak bisa sayang. Ini belum waktunya buat Bintang bawa motor sendiri, Jarak sekolah dengan rumah terlalu jauh jalanan rame juga.” Jawab Ibu.
“Tapi, bu. Ibu pelit banget ma Bintang!!!” kataku penuh kekesalan.
“Bintang, bukan Ibu pelit. Ibu lakukan ini karena Ibu sayang bintang, Ibu nggak mau terjadi suatu hal yang tidak kita inginkan.” Jelas ibu sambil pelukku.
“Ohhh, gitu bu.Tapi. sampai kapan?” kataku sambil balas peluk ibu
“Sampai waktunya ibu ijinkan, emm kecutnya anak ibu. Sudah sana mandi, terus makan!” Suruh Ibu padaku.
“Oke.oke Ibuku tersayang yang super bawel.hehehehe” Kataku sambil lari meninggalkan ibu.
Sebelum mandi ku bereskan dulu kamarku, dan barang bawaanku kesekolah tadi. Yes, kamarku sudah rapi kembali, setelah berantakan karena tadi pagi bangun kesiangan. Ternyata karena satu hal bikin pengaruh banyak hal, rasanya kapok banget. Nggak lagi-lagi dech bangun siang.
Wahhhh, seger banget habis mandi. Rasanya semua beban sudah hilang terguyur air sewaktu mandi tadi.
“Ibu, bu…” teriaku mencari ibu. Kebiasaanku setelah seharian beraktivitas pasti selalu mendongeng.
“Iya sayang, ada apa?” Jawab ibu sambil menyiapkan makan malam untuk kami.
“Tadi bangun kesiangan bu, karena itu semua berantakan. Bikin bete di sekolah bu. Nyari kelas gak ketemu-ketemu, sampai kelas pas namaku di absen Guru. Belum lagi, dapat tertawaaan teman-teman bu” Ceritaku pada ibu.
“Makanya lain kali jangan sampai bangun siang sayangku” jawab singkat Ibuku.
“Sapa juga bu yang minta bangun siang, Bintang juga gak mengharapkan”. Jelasku pada ibu.
“Ya, sudah. Sekarang anak Ibu segera makan dilanjutkan tidur manis biar besuk tidak bangun kesiangan!” suruh ibu dengan tersenyum.
“Siap, Ibuku tersayang…” Tegasku sambil mengangkat tanganku bak lagi hormat bendera.
Nyam..nyam…
Merasakan kenikmatan masakan Ibuku tersayang, telah selesai makan yang biasanya nyuci piring bekasku makan. Itu sudah menjadi kebiasaan yang di tanamkan oleh Ibuku pada kedua anaknya, harapan seorang Ibu pastilah menginginkan anaknya dapat rajin, mandiri. Hal yang baik pasti selalu menjadi harapan semua orang tua kepada anaknya.
~..~
Kukuruyuukkk…
Suara ayam berkokok telah membangunkan dari tidur nyenyaku, padahal rasanya baru 1jam yang lalu ku tutup mataku. Tapi tidak terasa pagi yang cerah menyapaku, bergegaslah aku mengambil air wudhu karena udah adzan subuh. Sujudku pada-Mu, doa ku panjatkan yang penuh harapan agar hari ini dapat berjalan sesuai apa yang aku harapkan.
06.00 Jarum jam telah menunjukan angka 6. Yeee, akhirnya hari ini aku bisa lebih siap dinbanding kemarin. Segera aku bergegas keruang makan untuk menyantap sarapan yang sudajh disiapkan oleh Ibuku, 15 menit cukup untuk makan.
“Ibu, Bintang berangkat dulu ya!”
“Anak ibu sudah rapi, mas irfan sudah datang?” Tanya Ibu
“Sudah, Bu. Itu mas Irfan ada di depan”. Jawabku sambil mengikat tali sepatuku.
Jika pagi hari, aku berangkat ke sekolah diantar mas Irfan. Dia adalah suami kakakku, Mbakku tersayang sudah menikah sejak aku kelas 2 SMP. Mbakku yang biasa disapa Puji, saat ini sudah dikarunia i seorang putra. Lumayan, Karena kesiangan kemarin dan datang terlambat. Mulai saat ini aku tiap pagi diantar mas Irfan. Hore-hore, jadi naik bis hanya sepulang sekolah saja. Buatku lebih tenang, dan kalo suatu hari aku bangun kesiangan jadi kecil kemungkinan aku telat. Hehehehehe, tapi bukan berarti aku mengharapkan bangun siang lagi.
“Makasih, mas…” Kataku sambil ku turun dari motor.
“Ya….” Jawab mas Irfan sambil ulurkan tangannya minta helmku.
Sesampaiku di depan kelas, ku lihat ada dua orang di dalam kelas. Keduanya cewek, kesempatanku untuk kenalan hitung-hitung awalan punya dua teman baru.
“Hai, aku Dinda. Bolehkah aku gabung??” tanyaku dengan wakjah penuh senyum manis.
“Boleh lah” jawab keduanya serentak
“Kenalkan, aku Tunik” perkenalannya padaku
“Dan aku Reski” tambahnya
Perkenalan yang semakin hangat, yang berlanjut dengan obrolan akrab diantara kita. Tetapi, aku tetap duduk dibangku sendiri. Jumlah murid dikelasku ganjil untuk ceweknya, jadi aku belum beruntung mempunyai teman duduk sebangku denganku. Tapi, bukan menjadi sebuah masalah untukku. Yang terpenting aku sudah punya dua teman, Tunik dan Reski. Jadi sedikit mengurangi rasa sepi di kelas ini. Hari kedua lebih seru, dibanding hari pertama. MOM hari ini terasa lebih panjang waktunya, mungkin karena aku mengikuti satu demi satu acara dengan penuh hikmat. Lebih terasa ,berbeda kemarin badanku yang diruangan tapi nggak tau kemana jiwanya ada. Kegiatan MOM hari ini terasa lebih mengena di hati, karena aku dapat menangkap materi yang disampaikan.
“Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh…..” Suara dari seorang Guru di depan aula
“Wa’alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh…” Serentak seluruh murid menjawab
“Morning, my name is Mr.Dadang…..”Perkenalan dari Pak Dadang
Semua murid tercenang menatapnya, ohh sekarang waktunya belajar Bahasa Inggris hal itu terlintas dipikiranku. Murid yang lain pasti juga memiliki pikiran yang sama, hobinya anak sekarang sok tau atau asbak (asal nebak). Tapi, jangan salah kali ini benar. Seorang bule cantik berjalan dengan anggun kearah Pak Dadang. Jadwalnya kita belajar bicara dengan bahasa inggris dan memprakteknya langsung dengan bule cantik. Pak Dadang membuka acara dan sedikit mengawali acara ini. Pak Dadang jago banget berbahasa inggrisnya aku harus mencoba, kapan lagi bisa bercakap-cakap dengan bule. Wah, tapi apa bisa aku kan jarang jarang makan keju bahkan nggak pernah.
“Siapa yang berani, bertanya dengan Bule ini. Akan mendapatkan door price”. Bujuk Pak Dadang
Tetapi tidak ada yang mengacungkan jarinya, semua murid jadi terdiam. Tidak ada yang berani untuk melakukan tawaran dari Pak Dadang. Aku pun jadi turun nyali, aku pun mengurungkan niatku untuk eksis. Hah, hal yang tidak aku inginkan tiba-tiba terjadi. Ketika aku sedang melamun menatap kelantai, ada microfon di depanku. Terdengar …
“Silahkan, Kamu maju bertanya apa saja” Bisik Pak Dadang dengan wajah tersenyum meyakinkanku.
“Tapi, Pak. Akk..ku tidak jago bahasa inggris Pak.” Jawabku yang wajahnya mulai memerah.
“Ini kan belajar, bukan ujian tenang aja.”Kata Pak Dadang yang makin meyakinku.
Aku pun beranikan diri untuk beranjak, dan melangkah kakiku kedepan aula. Rasanya kaki ini sulit sekali untuk digerakkan, semua rasa menjadi satu tak karuan. Bisa, seorang Bintang pasti bisa seperti ini saja tidak mampu. Bukan Bintang jika mundur sebelum perang, kata hatiku berusaha tenangkan diriku sendiri.
“Morrniiinggggg, friends” Sapaku pada murid yang lain.
“What is your name?” Tanyaku pada Bule cantik sambil ulurkan tangan kananku
“My name is Janti hirtl, and you?” Jawab bule itu penuh kepercaya diri.
“My name is Dinda Bintang Sari. Where do you live?” Perkenalanku penuh gemetaran.
“I live in Godean” Jelasnya singkat padaku.
Seketika aku terdiam sudah tidak ada bahan lagi, bingung mau ngomong apa lagi. Bersyukur rasanya karena Pak Dadang paham akan sikapku yang sudah diam membisu, aku pun disuruh kembali ketempat duduk kembali.
14.00 WIB.
Serangkaian kegiatan MOM hari kedua, ketiga tidak terasa telah berakhir.

Tidak Ada teman duduk
            Malas, Boring dan nggak ada semangat jika mau melangkahkan kaki keruang kelas. Gimana tidak, teman saja nggak ada. Bukan artinya aku tidak bisa bergaul, salah jika beranggapan seperti itu. Aku masih belum akrab dan dekat dengan teman-teman yang bakal menjadi partner menuntut ilmu selama satu tahun kedepan. Yang paling membuatku kesel, kenapa harus aku yang menjadi anak satu-satunya dalm kelas yang harus duduk sendirian. Aduh, itulah yang membuatku semakin pengen dan pengen cepat pulang. Mending di rumah ada Ibu yang mau jadi teman ngobrolku, dan setia menemaniku sampai kapan aku ingin bercerita dengannya. Buatku Ibu adalah teman curhat yang paling the best untukku dan itupun akan berlangsung selama-lamanya.
            Ternyata memang benar jika manusia itu memang diciptakan tidak untuk hidup sendiri. Esensi makhluk sosial dapat aku rasakan ketika aku duduk sendiri, tanpa adanya teman di sampingku selama pembelajaran sekolah. Walaupun itu hanya sekitar tujuh jam, tetapi sungguh rasanya buatku tersiksa. Seorang dinda yang notabenenya, dilahirkan sebagai cewek yang super cerewet dan hyperaktif tiba-tiba harus jadi orang lain karena tidak ada teman untuk menyalurkan sifat yang melekat pada dirinya. Dipenjara, bibirku tidak bisa mengungkapkan apa yang ada di otakku. Walaupun hanya sekata ataupun berbanyak kalimat, paling bisa ngomong hanya seperlunya saja itupun aku harus berbalik badan atau hadap kanan-kiri untuk mencari teman ngomong. Mustahil juga juka aku ngomong tetapi tidak ada orang lain yang ada, nanti bisa-bisa dibilang orang gila lagi.
            Satu per satu mata pelajaran sekolah aku ikuti dengan baik, itu sudah pasti. Duduk sendiri, tidak ada teman cerita jadi bibirku dapat terdiam dan hanya mendengarkan setiap apa yang terucap dari para Bapak-Ibu Guru di depan kelas. Hikmah dibalik kesepianku dalam kelas. Kembali lagi aku harus merasakan ketidaknyamanan, bikin pudar lagi semangatku.
“ Kalian, sekarang bekerjasama dengan teman sebangku. Kemudian diskusikan pertanyaan yang ada di buku Sosiologi halaman 7. Hasil diskusi dikumplkan diakhir jam ini.” Kata Ibu Soimah, Beliau adalah guru mata pelajaran Sosiologi.
“Bu, bagaimana dengan Dinda? Dia tidak ada teman sebangku.” Tanya Tunik pada Beliau.
“Hahahahhahhahahhahahha.......” Tawa teman-temanku. Sepertinya mereka senang melihatku menderita. Dalam hatiku sabar-sabar.
“Untuk Dinda bergabung dengan kelompok bangku yang ada di belakangmu atau didepanmu saja!” perintah Ibu Soimah sambil berjalan mendekatiku.
“Oh, iya Bu terimakasih...” Jawabku sambil terbata-bata dan agak kesel karena sikap teman yang menertawakanku.
            Tenang-tenang, kata itu yang kuselipkan dalam hati dan pikiranku. Bersiap untuk diskusi bersama Tunik dan Reski demi menyelesaikan tugas Sosiologi pertama kami. Inilah langkah awal buatku untuk menunjukan bahwa aku mampu sekolah dengan baik dan dapat menjadi yang terbaik dari yang baik. Kebanggaan yang berujung pada kebahagiaan untuk kedua orang tuaku itu yang selalu buatku kuat dan mampu berdiri hadapi segala tantangan yang terkadang buatku rapuh dan putus asa. Namun, apapun yang datang tak kan mampu buatku jatuh dari pijakan kuatku.
Annanananannanaanana.....nnnannanaiiinnnnnaaa
Alhamdulilah, bel pulang udah berbunyi akhirnya penderitaanku telah berakhir. Sudah tidak kuat rasanya, bibirku terdiam sendiri karena tak ada teman berbagi cerita. Pelajaran selesai segera kulangkahkan kaki untuk meninggalkan kelas. Hari ini aku tidak langsung pulang, karena aku mau ikut tes tertulis untuk seleksi menjadi pengurus OSIS. Dengan kepercayaan diri dan kemantapan hati kujawab pertanyaan satu demi satu, dan berharap mampu jadi salah satu siswa yang menduduki dibangku pemerintahan OSIS.
                                   
                                                                                                            Bersambung. . . .  

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More