Anak lebih suka dengan makanan yang mengandung Monosodium Glutamat. Kandungan MSG yang tidak pernah dicantumkan dalam kemasan makanan ringan, jika dicantumkan pun tidak dijelaskan berapa gram kandungannya dan hal itu mengancam kesehatan anak. Hasil penelitian PIRAC tahun 2003, dari 13 merk makanan ternyata tujuh merk tak menyebutkan adanya MSG dalam kemasannya. Tujuh merk tersebut Chiki, Chitato, Cheetos, Taro Snack, Golden Horn dan Anak Mas. Padahal MSG dapat menyebabkan beberapa penyakit diantaranya diabetes, hipertensi, gula dan menghambat pertumbuhan anak karena kadar gula-garam yang sangat tinggi. Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melakukan penelitian di Semarang dan Sulawesi Selatan. BPOM Semarang menyatakan 90 persen makanan ringan atau jajanan yang dijual di beberapa sekolah daerah itu tak layak konsumsi. Sedangkan, BPOM Sulawesi Selatan mendapatkan 121 jenis makanan dan minuman yang tak layak dikonsumsi beredar. Setiap hari anak-anak mengonsumsi junk food baik di dalam maupun di luar pengawasan orang tua. Ketika anak berada di luar jangkauan orang tua mungkin harap maklum, namun sangat disayangkan apabila ketika dalam pengawasan si anak tetap mengonsumsi junk food. Lantas apabila demikian bagaimana nasib kesehatan anak, posisi anak sangat penting dalam pengembangan sumberdaya manusia masa depan. Anak dibiarkan makan junk food berapa jiwa yang akan meninggalkan negeri ini. Rengekan anak telah membuat orang tua khususnya para ibu mengijinkan anak-anak memasukkan sampah kedalam tubuhnya. Sesungguhnya kelak orang tua akan melihat anaknya lebih menangis menahan rasa sakit akibat si anak banyak konsumsi junk food saat ini.
Pertama dan utama, itu posisi keluarga bagi seseorang. Dimana seseorang akan merasakan adanya kasih sayang, pengayoman, perlindungan, dan nilai-nilai kehidupan. Keluarga adalah lingkungan primer bagi setiap individu, peranannya pun sangat dominan bagi tumbuh kembang fisik serta moral anak-anak. Beberapa fungsi pokok keluarga adalah fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, fungsi sosialisasi dan fungsi proteksi (perlindungan). Fungsi tersebut sangat memberikan berpengaruh bagi setiap individu, jika fungsi itu dapat dilakukan dengan baik maka hasilnya pun akan baik dan begitu sebaliknya. Kaitannya dalam permasalahan diatas yang lebih disoroti yaitu fungsi proteksi dalam keluarga bagi anak-anak. Fungsi proteksi (perlindungan) berarti keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomi, dan psikologi bagi seluruh anggotanya. Anggota disini yang dimaksud adalah anak-anak, karena anak-anak untuk menentukan kualitas hidupnya masih bergantung pada orang dewasa, terutama ibu atau orang tuanya. Jika anak dilepas ketika memilih apapun itu mereka akan memilih apa yang mereka suka bukan apa yang baik untuk mereka. Memikirkan baik-buruk belum dapat sederajat orang dewasa. Apalagi disuruh memilih makanan, jarang bahkan tidak pernah seorang anak memilih makanan yang mengandung karbohidrat , vitamin, dan protein. Kesehariannya anak lebih mengutamakan makanan ringan dibandingkan makanan bergizi. Banyaknya warung penyedia junk food juga merupakan salah satu faktor tingginya tingkat konsumsi anak terhadap junk food. Penjabaran diatas membuktikan adanya pergeseran fungsi proteksi pada anak terutama dalam hal pemilihan jenis makanan.
Pola pengasuhan anak yang berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Pola pengasuhan anak autoritatif pun tepat diterapkan dalam keluarga masa kini. Orang tua sangat memperhatikan kebutuhan anak dan mencukupinya dengan pertimbangan faktor kepentingan dan kebutuhan. Pola asuh ini dapat membuat anak mandiri, mempunyai kontrol diri dan kepercayaan diri yang kuat, dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dengan baik, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, kooperatif dengan orang dewasa, penurut, patuh, dan berorientasi pada prestasi. Pola pengasuhan anak telah kita tahu bahwa menyangkut banyak hal, dan aspek yang paling fundamental bagi seorang anak adalah pola asuh makan. Pola asuh makan bukan hanya sekedar memberi makan. Perlu memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kuantitas dan kualitas makanan, serasi dengan tahap perkembangan anak serta cara pengaturan dan pemberian makanan yang benar. Tingkat fungsi proteksi dari sebuah keluarga sangat teruji dalam hal ini, dimana dapat melindungi anak dari penyakit atau tidak agar si anak dapat tumbuh kembang dengan sempurna. Apabila fungsi proteksi ada kesalahan, maka penyesalan akan hal itu pun dirasakan orang tua dimasa mendatang. Ibu yang dapat melakukan pola makan yang baik untuk anak, maka akan bermanfaat sebagai sumber tenaga, pertumbuhan, dan juga untuk kesehatan.
Proteksi seorang ibu dalam hal makanan sangat dibutuhkan bagi seorang anak. Ketegasan seorang ibu akan menujukan manfaat dalam prosentase tinggi dalam pemenuhan kebutuhan seorang anak. Anak memiliki delapan kebutuhan menurut Mc.Cleland, berikut tahapan kebutuhan anak dari yang paling bawah hingga atas: a) lapar, haus b) fisik c) Keamanan d) dimiliki dan disayang e) harga diri f) kognisi g) estetika h) aktualisasi diri. Seorang anak harus melewati tahap demi tahap seluruh kebutuhan dalam dirinya, untuk dapat mencapai aktualisasi diri pasti harus melewati tujuh tahap sebelumnya. Berkenaan dengan kebiasaan anak konsumsi junk food akan mempersulit anak untuk menuju tahap yang paling atas. Mau mencapai proses aktulisasi diri tetapi keadaan fisik tidak sehat tentu tidak bisa. Ketika anak sudah kenyang dan hilang rasa hausnya maka, fisiknya pun sehat kuat. Fisik dapat sehat dan kuat apabila disupply makanan dan minuman sehat bergizi. Di sini letak pilihan bagi para ibu, apakah akan terus memberikan uang anaknya tersayang untuk dijajankan makanan ringan yang mengandung Monosodium Glutamat atau menghentikan kebiasaan buruk anaknya. Ibu cerdas pasti akan memilih cara lain untuk menghindarkan anak kesayangannya dari produk junk food demi kelangsungan hidup anak masa kini dan masa mendatang.
Ibarat banyak jalan menuju Roma, begitu pula dengan cara bagaimana seorang ibu mengalihkan perhatian anak dari makanan yang mengandung Monosodium Glutamat sehingga berpindah ke makanan yang sehat dan bergizi. Kombinasi, kreasi dapat diterapkan dalam pembuatan makanan untuk anak-anak. Anak yang biasanya mudah bosen dengan menu yang sama dan sama. Ibu harus dapat membuat menu-menu yang berbeda setiap makan untuk anaknya. Apabila hal ini mengeluarkan biaya yang banyak, cukup dengan bahan yang sama namun pengolahannya yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nafsu makan anak. Masalah menu mungkin dapat divariasikan mudah sebab keanekaragaman bahan masakan pasti memberikan banyak ide buat seorang ibu dalam mengolahnya. Sayuran, buah-buahan anak-anak tidak mudah mengonsumsinya. Paling sulit apabila seorang anak itu dihadapkan dengan makanan yang terlihat jelas bahwa itu sayur dan buah. Untuk itu dapat diolah ke dalam bentuk yang lain, hal ini sudah dilakukan oleh pengusaha nugget di Bandung. Berawal ketika dalam mengasuh anaknya mengalami kesulitan ketika si anak diminta untuk konsumsi sayur, dan anak lebih menyukai nugget kemasan. Kemudian ibu ini membuat sendiri nugget yang dikombinasikan dengan sayur-sayuran seperti bayam dan wortel. Nugget ini berhasil memberikan kesuksesan bagi si ibu dari anak yang tidak suka sayuran ini. Kreativitas ibu ini dapat ditiru guna menyiasati pola makan anak yang tidak sehat.
Posisi wanita di dalam rumah tangga sangat berperan dalam hal pangan. Secara kodrati, wanita adalah orang pertama yang berperan secara dominan dalam pemilihan bahan pangan, pengelolaan sampai mengolah dan menyajikan bagi anggota rumah tangganya. Memasak adalah bagian dari proses penyediaan makanan. Memasak suatu hal yang mudah dan kapan saja dapat dilakukan bagi setiap ibu rumah tangga tetapi hal itu tidak pasti dapat dilakukan semua ibu-ibu yang memiliki karier. Problema yang ada keluarga-keluarga saat ini adalah ketika orang tua sudah bekerja lantas waktu habis untuk di kantor. Hal ini membuat ibu terkadang sedikit melupakan akan tanggung jawab proteksi serta pemenuhan kebutuhan anaknya. Berangkat setelah subuh, pulang sudah larut dan ketika keadaan fisik sudah lelah maka waktu untuk memperhatikan buah hati pun semakin terkurang pula. Seharian anak ditinggal, terkadang orang tua kurang memperhatikan pola asuh anak. Dengan siapa anak di rumah bersama sanak saudara, keluarga ataukah akan dititipkan pada tempat penitipan anak. Segala keputusan pasti terdapat resikonya, tetapi semua tergantung pada pertimbangan orang tua itu sendiri. Orang tua harus benar-benar memikirkan keamanan, kenyamanan, serta pengaruh sosial lingkungan anak. Bagaimana keadaan anak saat masa kecil, keadaan itulah yang memiliki andil dalam proses pembentukan diri. Orang tua pasti mengharapkan sukses mengasuh anak tanpa meninggalkan karier mereka. Oleh sebab itu, orang tua harus pintar memilih pengganti yang mampu mengasuh dengan tetap memperhatikan hal-hal mendasar yang berhubungan dengan kebutuhan anak dan lingkungan sosial. Berbeda dengan ibu rumah tangga, yang tidak memiliki pekerjaan di luar rumah. Tugas ibu seperti memasak, mencuci dan mengatur hal-hal yang berhubungan dengan rumah tangga akan mencapai hasil yang lebih maksimal dibandingkan dengan ibu-ibu yang mempunyai karier di luar rumah. Si ibu dapat mengawasi anak dari bangun tidur hingga tidur lagi. Saat si anak makan pun ibu dapat mengontrolnya lebih ekstra sehingga dapat terhindar dari junk food. Pengawasan yang lebih ekstra seharusnya dapat dilakukan oleh ibu non karier. Namun, pengawasan ibu berkarier di luar rumah pun tidak menutup kemungkinan mampu mengontrol dengan baik pul. Hanya saja prosentase waktu ibu yang mempunyai karier berada di dalam rumah lebih sedikit dibandingkan ibu yang tidak berkarier di luar rumah.
Seberapa maksimal ibu-ibu menghindarkan anak dari junk food tetap saja sulit, karena penyebaran junk food sangat merata. Oleh karena itu, pengawasan dari pemerintah pusat melalui pihak-pihak terkait juga sangat dibutuhkan untuk membantu peranan ibu dalam memberantas junk food dari generasi muda. Perlunya pengkajian ulang tentang perijinan makanan beredar di lingkungan masyarakat. Beredarnya junk food sekitar anak-anak meresahkan para orang tua. Pengawasan ketat elemen pemerintah yang lebih ditingkatkan dari tingkat RT, RW, desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten hingga tingkat provinsi. Sekiranya perlu dibentuk gerakan melawan junk food, gerakan ini dimotivatori oleh pemerintah melalui kader-kader terpilih dalam masyarakat. Kader diambil dari perwakilan setiap desa, kemudian kader ini menggerakan ibu-ibu rumah tangga dalam desa. Setiap kelompok dalam desa diadakan pertemuan rutin, dalam pertemuan diberikan penjelasan tentang bahaya junk food, trik menjaga anak agar terhindar dari junk food, dan sebagainya. Kelompok gerakan-gerakan ini juga harus termonitoring baik dari pihak-pihak pemerintah yang bersangkutan. Tujuannya apabila ada yang kurang berjalan kurang efektif atau ada kendala dalam menggerakan ibu-ibu rumah tangga dalam melawan junk food. Jika seluruh ibu memahami benar tentang bahaya junk food maka mudah untuk menjauhkan anak-anak dari junk food. Perpaduan pengawasan ibu-ibu rumah tangga akan lebih membantu satu sama lain. Modelnya jika ibu Si A melihat ada anak tetangga Si B membeli dan memakan makanan ringan di warung-warung sekitar rumah tinggal maka, diharapkan Ibu tersebut dapat melarang Si B begitu pula sebaliknya. Adanya sinergi ibu-ibu dalam satu desa akan memudahkan proses pelepasan anak dari junk food.
Penjabaran diatas menunjukan tingginya konsumen anak terhadap makanan ringan ( junk food ). Sebutan junk food dikarenakan makanan ringan mengandung zat yang berbahaya bagi tubuh anak. Kandungan Monosodium Glutamat (MSG) dapat menimbulkan beberapa penyakit bahkan zat ini menghambat pertumbuhan dan perkembangan bagi anak. Hal yang miris ketika anak lebih sering konsumsi junk food dibandingkan sayuran dan buah-buahan. Lingkungan tempat tinggal anak yang dikelilingi oleh para pendistribusi junk food sehingga anak mudah mendapatkan makanan ringan yang mengandung MSG. Tidak hanya di rumah, tetapi di lingkungan sekolah pula. Peranan dari keluarga sebagai lingkungan primer bagi seseorang individu sangat dibutuhkan. Keluarga yang memiliki bebrapa fungsi pokok diantaranya reproduksi, ekonomi, sosialisasi dan proteksi ( perlindungan ). Berkenaan dengan permasalahan anak konsumsi junk food yang lebih disoroti yaitu fungsi proteksi mulai mengalami pergeseran. Proteksi dari orang tua dalam hal pemilihan makanan yang dikonsumsi anak mulai berkurang, dikarenakan ibu tidak tega melihat tangisan si anak. Pola asuh anak autoritatif sudah diterapkan dalam keluarga namun, pola asuh makan anak kurang baik maka, pola asuh tadi tidak akan mencapai titik kesempurnaan. Pola makan yang baik akan membantu anak dalam upaya pemenuhan tahapan dari delapan kebutuhan anak. Makanan yang bergizi akan membantu anak mencapai tahapan yang paling atas dari delapan kebutuhan anak menurut Mc.Cleland tersebut. Agar dapat menjauhkan anak dari junk food para ibu-ibu harus dapat berkreasi dari berbagai bahan makanan yang sehat dan bergizi. Tujuannya agar anak-anak mau mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, protein, kalsium, vitamin dan mineral. Dengan masakan olahan ibu sendiri pasti terjamin higienis dan yang terpenting tidak mengandung Monosodium Glutamat (MSG).
Sumber Referensi:
Dwi Aulia Puspitaningrum. 2008. Ketahanan Pangan dan Peran Wanita untuk Mewujudkannya. Paradigma: Jurnal Masalah Sosial, Politik dan Kebijakan. Volume 12. Hlm.102.
Goode, William J. 2007. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara.
Http://dinowili.multiply.com/journal/item/1/Puluhan_Makanan_Ringan_di_Semarang_Berbahaya. Diakses: Rabu, 27 Oktober 2011; Pukul 20:43
Http://haleygiri.multiply.com/video/item/4/TOMPOBULU_Dilarang_Makan_Kerupuk_--_Dilarang_Makan_Chiki_Jugak Diakses: Kamis, 28 Oktober 2011; Pukul 10:00
Http://sweetspearls.com/health/kontraversi-bahaya-efek-samping-penggunaan-msg-di-dalam-makanan/. Diakses: Rabu, 27 Oktober 2011; Pukul 20:46
Http://www.scribd.com/doc/62096472/Bahaya-Makanan-Ringan-Junk-Food-Sitifiza. Diakses: Rabu, 27 Oktober 2011; Pukul 20:45
Mariani. 2004. Hubungan Pola Asuh Makan, Konsumsi Pangan dan Infeksi dengan Status Gizi Anak Balita. Jurnal Pendidikan Budaya. Volume 3. Hlm. 564.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
0 komentar:
Posting Komentar